Senin, 14 September 2009

Ketika Mendidik Menjadi Sebuah Profesi*


Pekerjaan mendidik yang dikatakan orang sebagai pekerjaan yang luhur, dulu sering dicap sebagai pilihan yang kedua. Pasalnya, ketika kita menjadi guru, kesejahteraan kita tidak akan terjamin. Ada pepatah yang mengatakan jika ingin menjadi kaya, jangan pernah menjadi guru! Tetapi semua anggapan itu diragukan seketika, ketika UU Guru dan Dosen disahkan. Dunia pendidikan seolah mendapat angin segar. Guru kini menjadi salah satu alternatif pekerjaan yang diminati banyak orang.
Profesi mendidik itu pun diikuti dengan serangkaian program yang bertujuan dengan perbaikan pendidikan, misalnya, progam sertifikasi profesi guru yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa guru merupakan suatu profesi tersendiri di masyarakat yang setara dengan profesi-profesi lain seperti dokter, akuntan, notaris, pengacara, apoteker, dan lain-lain. Karena setara dengan beberapa profesi lain maka tunjangan dalam mendidik pun harus ditingkatkan. Pemerintah berharap dengan adanya peningkatan kesejahteraan guru, motivasi guru untuk mendidik siswanya pun bertambah. Istilahnya ada uang ada barang, ada peningkatan kesejahteraan, berarti ada peningkatan kualitas mengajar pula.
Selain sertifikasi yang dijalankan dengan format portofolio kini pemerintah menelurkan program pendidikan profesi guru yang diperuntukkan bagi lulusan S1 baik itu dari kependidikan maupun nonkependidikan. Bagi jurusan nonkependidikan, program tersebut merupakan pintu masuk ke dunia pendidikan. Di sana sarjana nonkependidikan akan diajarkan cara mengajar secara ”instan”. Sedangkan bagi lulusan kependidikan, mengikuti PPG adalah salah satu jalan mendapatkan sertifikasi tanpa harus melewati tahap sertifikasi. Lawong sudah profesi kok diprofesikan lagi?
Sama seperti program sertifikasi, PPG juga didakan untuk meningkatkan kualitas pendidik. Apakah dengan jurus PPG ini nantinya dapat ”mendongkrak” kualitas pendidikan kita dan mengapa lagi-lagi yang dijadikan objek perbaikan kualitas pendidikan adalah guru? Perlu diingat bahwa suksesnya pendidikan di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor baik itu dari peserta didik, sarana prasarana, guru, dsb. Mungkin masyarakat Indonesia terbiasa dengan persepsi bahwa guru yang baik adalah guru yang dapat mengendalikan kelas. Dalam hal ini, peserta didik sebagai objek yang menerima apa yang diberikan guru tanpa kritik dengan mempertahankan persepsi yang sama sekali tidak mengusung nilai-nilai demokratis didalamnya. Pemerintah pun getol memperbaiki kualitas guru di Indonesia.
Kembali pada masalah mendidik. Sebenarnya kebaikan hati pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik sah-sah saja dilakukan asalkan ada kesadaran diri bahwa mendidik itu adalah pekerjaan yang mulia sehingga peningkatan kualitas mengajar tidak hanya terbatas pada keinginan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Apa yang dia ambil dari negara harus seimbang dengan apa yang dia berikan untuk negara. Pekerjaan mendidik bukan hanya merupakan kegiatan transfer ilmu saja, tetapi seorang guru harus mampu menghadirkan nilai-nilai kehidupan. Ketika nilai-nilai itu merembes dalam diri anak didik maka terciptalah generasi penerus bangsa yang berkarakter kuat dan cerdas seperti jargon yang selalu di usung FKIP. Yang perlu digarisbawahi, apakah dengan serangkaian program yang telah ditelorkan pemerintah ini mampu untuk menghadirkan kemampuan guru yang tidak hanya transfer ilmu saja? Kecerdasan seorang guru mungkin dapat dipenuhi dengan beberapa kompetensi yang ditawarkan oleh beberapa program pemerintah, tetapi mendidik bukan semudah itu. Mendidik itu memerlukan sebuah ”seni”. Artinya, dalam mendidik itu diperlukan ketelatenan, naluri, dan karakter. Sedangkan karakter dan naluri untuk mendidik tidak dapat diperoleh secara instan. Seseorang harus melalui beberapa tahapan dan proses untuk menjadi pendidik. Kita tidak dapat menampik memang ada beberapa kompetensi guru yang dapat terpenuhi dengan adanya serangkaian program yang diadakan pemerintah. Tetapi ingat, tidak semua kompetensi mampu dipenuhi. Dengan melihat kenyataan yang ada, apakah kita (calon guru) harus menunggu pemerintah membuat salah satu program baru untuk perbaikan pendidikan? Tentu terlalu lama bila kita harus menunggu karena sejatinya perbaikan pendidikan bisa dimulai dari sekarang. Dimulai dari diri kita sendiri sebagai mahasiswa FKIP. Karena kita memang telah dipersiapkan untuk menjadi pendidik yang bukan secara instan. Kita harus menyadari bahwa mendidik bukanlah sekedar profesi, namun merupakan suatu tugas mulia. Masih banyak permasalahan klasik pendidikan yang menunggu kita untuk segera kita selesaikan. Tentunya dengan menggunakan formula kita sendiri dan dengan kesadaran untuk memperbaiki kualitas generasi bangsa!

*Rika Inggit Asmawati
Sekretaris Umum LPM Motivasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar