Rabu, 03 Februari 2010

Musim legalisir tiba musim antri bersua

Bulan Desember ceria tiba, usai pengumuman CPNS tak sedikit alumni Fakultas yang mencetak tenaga pendidik ramai membanjiri loket-loket legalisir. “Legalisir terbaik di Indonesia.” Papar Furqon Hidayatullah. Namun sayang, sistem legalisir on line ternyata tak jua mengatasi masalah klasik lamanya proses legalisir. Terlepas dari lamanya proses legalisir, senasib dengan para alumni, mahasiswa yang masih menempuh studi di FKIP tak terlewatkan juga untuk turut merasakan antri. Banyaknya karyawan yang pensiun menjadi alibi kurang maksimalnya pelayanan mahasiswa. Disamping banyaknya karyawan yang pensiun penambahan pegawai tidak semudah membalikan tangan. FKIP tidak boleh mengangkat pegawai honorer melainkan harus melalui CPNS dan sudah diangkat menjadi PNS. Kasihan!!!
Diantara antrian panjang mahasiswa dan alumni yang menanti pelayanan dari pegawai, terselip kasus baru, yaitu kurang ramahnya pelayanan dari pegawai FKIP. Sudah jatuh tertimpa tangga. Ungkapan yang sedikit menggambarkan keadaan mereka. Sudah berjam-jam antri masih juga mendapat perlakuan yang tak sedap dari pegawai FKIP. Tidak hanya sistem yang perlu diperbaiki tetapi sikap para pegawai juga perlu dibenahi. Percuma bila softwarenya bagus tetapi braindwarenya jongkok. Mereka-mereka juga manusia yang duduk melayani kepentingan para mahasiswa. Layaknya pegawai Bank, supermarket, dan receptionis yang sama-sama dibayar untuk melayani konsumen. Pelayanan prima seharusnya diterapkan di FKIP, pegawai yang murah senyum, ramah dan tepat waktu. Pembinaan kepribadian mungkin diperlukan bagi para pegawai FKIP yang masih mahal senyum.
Pembangunan shelter, gedung-gedung, dan lapangan serta area hotspot yang makin ramai di FKIP nampaknya belum cukup memuaskan hati mahasiswa. Lebih dari itu sebuah pelayanan prima dari pegawai juga memiliki porsi yang perlu diperhatikan para petinggi FKIP. Untuk menjadi pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas mahasiswa perlu dibina karakternya sejak dini bukan hanya diajarai untuk bermegah-megahan. Buah jatuh tak jauh dari pohonya, mungkin kalau dari atasan sudah berkarakter kebawah dan seterusnya pasti juga bagus kan?
red

Ironi Sebuah Negara Merdeka



“MERDEKA!!!!!”
Suara lantang dari seorang loper koran di lingkungan kampus FKIP UNS menggetarkan semangat nasionalisme saya ketika itu. Ya, begitulah ciri khas dari seorang loper koran yang biasa menjajakan korannya di kampus UNS. Namun, ketika itu pula seorang pengemis menadahkan tangannya, meminta-minta belas kasihan dari mahasiswa. Sungguh, membuat pikiranku terpaksa berpikir. Kenapa dalam negara yang merdeka tapi masih ada rakyat yang belum merdeka?
Saya jadi teringat dengan alenia pertama pembukaan UUD 1945 yang berbunyi; ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”.Begitulah bunyi pembukaan UUD 1945, kemerdekaan adalah hak segala bangsa, kemerdekaan bagi bangsa atas penjajahan karena tidak berperi-kemanusiaan dan peri-keadilan. Kemerdekaan itu berarti kemerdekaan bagi bangsa dan juga bagi rakyatnya, sebagai eleman utama dari sebuah bangsa. Pembukaan tersebut hampir setiap hari senin diucapkan di upacara bendera di sekolah-sekolah ataupun pada upacara peringatan hari-hari nasional.
Hampir 65 tahun lamanya merdeka, selama itu pula bangsa ini belum mengerti arti kemerdekaan dan kehidupan setelah merdeka. Mungkin dalam benak masyarakat Indonesia (termasuk para pejabat) arti kemerdekaan adalah terbebas dari penjajahan fisik. Terlalu lama bangsa ini dijajah oleh Bangsa Belanda dan Jepang sehingga arti kemerdekaan diartikan sebagai bebasnya dari kekangan atau tekanan-tekanan fisik dari penjajah. Padahal arti kemerdekaan tidak hanya itu, pengertian itu hanya bersifat sempit. Dalam arti luas, kemerdekaan itu adalah merdeka atau berhak mendapatkan hak-hak yang sudah menjadi haknya sebagai warga negara.
Terpenuhinya hak-hak sebagai warga negara adalah cerminan telah merdekanya rakyat dari penjajahan dan juga merdekanya bangsa Indonesia sesuai UUD 1945. Hak-hak rakyat sebagai warga negara adalah seperti yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen. Salah satunya pasal 28A UUD 1945; “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Dan pasal 28D UUD 1945; “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Sudah jelas dalam UUD 1945, bahwa hak hidup, mempertahankan kehidupan, pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil adalah merupakan hak bagi warga negara. Tidak melaksanakan atau tidak terpenuhinya hak-hak tersebut adalah melanggar UUD 1945. UUD 1945 adalah sumber hukum yang sangat dijunjung tinggi dalam hukum Indonesia.
Namun pada kenyataannya, masih banyak rakyat Indonesia belum merdeka. Para gelandangan dan pengemis (gepeng), mereka adalah rakyat Indonesia yang terabaikan hak-hak sebagai warga negara. Contoh paling dekat, di sekitar kampus kita, FKIP UNS, kita sering menjumpai pengemis berkeliaran dikampus. Tidak hanya di FKIP saja, di fakultas lain juga banyak bertaburan pengemis-pengemis yang semakin hari semakin memprihatinkan. Ataupun fenomena musim pengemis di daerah kos-kosan sekitar kampus UNS. Hampir setiap hari ada saja pengemis yang meminta-minta, bahkan terkadang dalam setiap harinya bisa lebih dari satu pengemis. Memang ini menjadi ladang kita untuk beramal memberikan sedekah. Namun, bukan berarti hanya ikhlas dalam bersedekah, tapi perlu dipikirkan sebuah solusi besar untuk mengatasi masalah hak hidup dan hak merdeka ini. Sungguh sangat memprihatinkan. Lantas Ini salah siapa? Tanggungjawab siapa?
Padahal bukankah orang miskin dan orang terlantar menjadi tanggung jawab negara? Ini adalah amanat UUD 1945. Namun bukan berarti hanya tanggung jawab pemerintah saja, kita sebagai manusia yang berhati nurani juga bertanggungjawab akan hilangnya hak-hak mereka (gepeng). Dalam sebuah hadist Rasuluallah SAW, yang intinya adalah tidak dikatakan beriman seseorang jika masih ada tetangganya yang masih kelaparan. Hal ini menunjukan bahwa kita pun bertanggungjawab atas hak-hak mereka.
Nampaknya dewasa ini sudah ada tindakan dari pemerintah akan masalah gepeng. Beberapa waktu lalu, ada beberapa pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah tentang kawasan bebas gepeng. Misalnya di DKI Jakarta dan Kota Surakarta. Akan tetapi kelihatannya kebijakan itu hanya mendeskriditkan kaum gepeng saja tanpa adanya perubahan nasib mereka. Pemerintah hanya melarang Gepeng berkeliaran mencari makan dikawasan-kawasan tertentu tanpa adanya penampungan, pembinaan, dan pengawasan bagi gepeng.
Permasalahan gepeng ini tidak semudah membalikkan tangan dalam penyelesaiannya. Sangat diperlukan solusi-solusi yang solutif untuk mengembalikan hak-hak mereka yang terabaikan. Tidak hanya menyelesaikan masalah dalam jangka pendek saja tapi jangka panjang. Pemerintah harus melakukan tindakan-tindakan yang efektif dalam permasalahan ini. Agar hak-hak mereka dapat terpenuhi sesuai dengan amanat UUD 1945.
Akan tetapi sepertinya para pejabat berwenang dapat dikatakan telah kehilangan hati nurani. Mata hati mereka telah tertutup arus kepentingan. Yang dipikirkan hanya urusan pribadi atau golongannya dari pada rakyat kecil. Buktinya, beberapa waktu lalu para pejabat lembaga tinggi negara akan difasilitasi mobil dinas Toyota Crown Royal Sallon seharga 1,3 miliar rupiah. Kebijakan yang semakin memperjelas ketidakperdulian para pejabat lembaga tinggi negara terhadap rakyat. Di kala rakyat miskin menadahkan tangannya mengharap belas kasihan orang, mereka harus tidur beralaskan koran bekas, bertahan melawan panasnya sengatan matahari dan dinginnya malam. Anak-anak kecilpun ikut merasakannya, seharusnya mereka belajar dan bergembira bersama teman-temannya di sekolah. Di kala itu pula para pejabat lembaga tinggi negara tertidur pulas seakan-akan tidak berhatinurani. Sungguh tidak berperi-kemanusiaan. Apakah ini yang dinamakan bangsa yang merdeka? Ya, merdeka bagi para pejabat tak berperi-kemanusiaan dan para pengusaha yang hanya mengeruk keuntungan belaka sedangkan rakyat harus menderita menanggung penderitaan.
Dengan keadaan seperti ini, maka terjadi tindakan pelanggaran HAM karena hak-hak warga negara terabaikan. Tidak hanya itu, tetapi juga pelanggaran atas UUD 1945 bahkan Pancasila. Pada Sila ke lima pancasila disebutkan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan atas terpenuhinya hak-hak sebagai warga Negara. Dalam masalah ini para gelandangan dan pengemis berhak mendapatkan kehidupan yang layak, jaminan pendidikan, perlindungan dan keamanan. Akan tetapi hak-hak itu belum terpenuhi, bahkan terabaikan. Pemerintah hanya memikirkan para pengusaha saja, rakyat kecil ditelantarkan. Apakah ini namanya keadilan? Tentu tidak.
“Rakyat belum merdeka! Rakyat belum merdeka!“ teriakan salah seorang pengemis ketika ditertibkan satpol PP beberapa waktu lalu. Sungguh sangat ironis sekali dalam sebuah negara merdeka namun rakyatnya jauh dari kemerdekaan. Semoga para pejabat negara terbuka hati nuraninya terhadap rakyat kecil khususnya gelandangan dan pengemis. Semoga kita juga bisa terbuka matanya dan peduli terhadap mereka. Paling tidak kita sebagai kaum intelektual mencoba peduli dan memikirkan solusi terhadap terpenuhinya hak-hak mereka. Kita mulai dari diri kita, mulai dari yang kecil, dan mulai dari sekarang.
Mufti Arief Arfiansyah*
Kabiro AK-47 LPM Motivasi

Pascarelokasi: NASIB TANAH BELAKANG KAMPUS UNS

Pemanfaatan lahan belakang kampus UNS setelah dilakukan penggusuran menuai banyak pertanyaan di kalangan mahasiswa. Simpang siur berita bahwa UNS akan mendirikan ruko, bengkel, dan hotel yang sifatnya disewakan atau Pemkot akan menggunakan tanah tersebut sebagai taman kota perlahan mencuat kedaratan.

Penggusuran kios-kios pedagang yang terletak di belakang kampus UNS sudah dilaksanakan. Penggusuran kios tersebut dilakukan dalam dua tahap. Kios-kios bagian sebelah timur yang dibatasi gerbang belakang fakultas hukum telah dipindahkan ke pasar baru. Sedangkan kios-kios pedagang yang terletak di sebelah barat belum jelas akan direlokasikan ke mana. Pihak Pemerintah kota Solo (Pemkot) sendiri merencanakan akan memindahkan kios-kios tersebut ke daerah Pedaringan dengan dibuat shelter-shelter.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, tanah tersebut terlihat sepi dan belum termanfaatkan. UNS sendiri hanya bertanggungjawab terbatas pada pagar. Sedangkan untuk perbaikan tanah menjadi tanggung jawab Pemkot. Seperti yang diungkapkan Sunit Marwoko, Kabag Perencanaan Pembangunan, “Pagar itu punya kita, jadi merupakan tanggung jawab kita. Kalau untuk tanah itu adalah milik Pemkot.”
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kompas (30/12), Adi Sulistiyono, Pembantu Rektor IV, menuturkan bahwa dalam rangka persiapan menuju Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang mana UNS harus mempunyai sumber pendanaan sendiri. Untuk itu UNS berencana mendirikan bengkel, ruko, dan hotel sebagai usaha komersial. UNS tengah menawarkan bentuk kerjasama dengan calon investor untuk menanamkan modalnya pada berbagai perencanaan pembangunan. Sasaran pembangunan hotel ditujukan untuk orang tua dan kerabat mahasiswa yang wisuda. Bengkel mobil dan sepeda motor yang sudah ada akan diperluas. Sedangkan Ruko akan dibangun di atas tanah negara di belakang kampus UNS.
Penggusuran tanah belakang kampus menuai pertanyaan mengenai pemanfaatan tanah belakang kampus di kalangan mahasiswa. Setelah dikonfirmasi kepada Yanto, Sekretaris Pembantu Rektor IV, menegaskan memang benar bahwa UNS akan membangun bengkel, ruko, dan hotel. Namun, pembangunan itu akan dilaksanakan di dalam kampus UNS. “UNS memang akan mendirikan bengkel, ruko yang rencananya akan direalisasikan pada tahun 2010. Bangunan itu tentu saja akan didirikan di dalam kampus UNS, bukan di luar kampus,” tuturnya. Hal senada juga diutarakan Sunit Marwoko. “Itu tidak mungkin. Luas tanahnya saja hanya 1,5 meter. Kalau dibuat ruko tentu akan mengganggu jalan. Kecuali kalau UNS akan menuju ke BHP, mencari dana sendiri. Itu bisa jadi pemikiran, tapi tetap didirikan di dalam kampus,” jelas Sunit. Sunit menambahkan bahwa tanah itu nantinya akan dijadikan trotoar bagi pejalan kaki sehingga jalan akan terlihat lebih rapi dan sedap dipandang. Salah seorang pedagang penjual makanan yang kini telah dipindahkan di pasar baru juga mengatakan bahwa tanah itu akan dijadikan trotoar. “Setahu saya, tanah dibelakang kampus itu akan dijadikan trotoar biar bagus, semacam citywalk. Desainnya pun sudah ada, kita sudah melihat. Jadi ya kita mau mau saja dipindahkan ke pasar baru.”ungkap pedagang yang tidak mau disebut namanya..
Ketika ditanya mengenai kapan realisasi dari pembuatan trotoar tersebut, UNS belum mengetahui karena itu merupakan kebijakan dari Pemkot. UNS hanya bisa meminta kepada Pemkot untuk segera melaksanakan pembangunan trotoar. Namun, sampai saat ini UNS belum mengajukan permintaan tersebut. Sedangkan untuk perbaikan pagar masih menunggu skala prioritas anggaran. “Rencana perbaikan pagar itu ada. Namun, untuk tahun 2010 ini tampaknya belum akan dilaksanakan. Karena kita masih memikirkan anggaran untuk prioritas ke mahasiswa. Misalkan, untuk melengkapi fasilitas di dalam gedung, pendirian gazebo, dan sebagainya.”
Hal ini mendapatkan tanggapan dari Tyas, mahasiswa Fakultas Sastra, “Sebaiknya perbaikan pagar itu cepat dilaksanakan agar kampus kita terlihat rapi dan bagus.” Begitu juga dengan Andriani, mahasiswa FKIP menuturkan, “Sebaiknya UNS mengimbangi kebijakan dari Pemkot semacam berpartisipasi. Anggaran pembangunan gedung-gedung yang tidak terlalu penting dialihkan ke pengecatan pagar. Percuma kalau trotoarnya bagus, tapi pagarnya jelek. Atau paling tidak untuk lebih kreatifnya mahasiswa diminta untuk membuat gravity di tembok. Jadi kan nggak perlu keluar dana sehingga mahasiswa dapat mengeluarkan aspirasinya,” pungkasnya..
Abied_Deny

Prof. Dr. Furqon Hidayatullah M.pd : “....saya sudah dapat merasakan hasil kepemimpinan saya...”

Bagaimana perubahan FKIP beberapa tahun terakhir ini?
Kalau kita bisa membandingkan dengan sebelumnya, perubahan kita luar biasa, dibandingkan 2 tahun sebelumnya.
Bagaimana bentuk pelayanan mahasiswa yang berlangsung di FKIP?
Makin baik, jika dilihat dari jumlah karyawan yang semakin terbatas tapi kinerja selalu kami tingkatkan.
Kenapa karyawanya terbatas dan bagaimana meningkatkan kinerjanya?
Jumlahnya terbatas, karena dengan yang masuk banyak yang pensiun, antara yang pensiun dengan tambahan banyak yang pensiun.Sedangkan kami tidak bisa menambah pegawai tambahan, aturan harus lewat CPNS, kami upayakan Banyak karyawan yang bisa ICT. Kita memfungsikan ganda, sehingga perananya itu bisa tercover. Misal sopir saya sekarang sudah bisa pasang LCD. Struktur boleh hilang tapi fungsi tidak boleh hilang. Tidak semudah itu menambah pegawai.
Bagaimana mengenai legalisir di FKIP?
Legalisir terbaik di Indonesia, legalisir on line, hanya FKIP UNS yang berjalan dengan baik. Cari saja legalisir On line di Indonesia selain di UNS, ga ada!
Mengenai adanya pihak yang mengeluhkan legalisir?
Itu yang salah yang minta, seharusnya legalisir jangan mendadak, saya sering lembur tanda tangan sampai jam 3 pagi, karena dengan cara apa dalam melayani sampai ribuan yang harus ditanda tangani. Kalo legalisir tanya sampai dunia manapun, butuh waktu..
Bagaimana pembagian tugas tanda tangan antara Pembantu Dekan satu dan lainya?
Tidak ada Pembantu Dekan yang pulang tanpa membawa tumpukan pekerajaan.
Adakah kendala dalam peningkatan pelayanan mahasiswa, bagaimana mengatasinya?
Kendala ada tapi semua teratasi. Terutama parkir yang dulu seperti itu telah kami upayakan untuk helmt saya sarankan dijaga sendiri jangan dipasrahkan kampus. Fasilitas mahasiswa sudah kami sediakan. Pertemuan pihak mahasiswa dengan pihak fakultas mudah, dimanapun akan saya layani. Jadi kalau sampai ada mahasiswa atau mahasiswi yang mengeluhkan pelayanan dekan ya kebangeten, bahkan sampai jam 1 malam pun masih ada yang saya layani.
Jadi kita seperti bola salju, apa yang kita antisipasi, munculnya seperti ini terus kami atasi. Jadi semakin banyak kegiatan semakin banyak masalah yang muncul.
Harapan bapak kedepan?
Harapan kedepan mahasiswa bisa meningkatkan potensi, karena semakin terpenuhinya segala fasilitas. Saya sudah siap mengabdi total untuk mahasiswa FKIP. Selama dua tahun saya sudah dapat merasakan hasil kepemimpinan saya.

Djoko_Qodri

Musim Legalisir Tiba, Musim Antri Bersua

Bulan Desember ceria tiba, usai pengumuman CPNS tak sedikit alumni Fakultas yang mencetak tenaga pendidik ramai membanjiri loket-loket legalisir. “Legalisir terbaik di Indonesia.” Papar Furqon Hidayatullah. Namun sayang, sistem legalisir on line ternyata tak jua mengatasi masalah klasik lamanya proses legalisir. Terlepas dari lamanya proses legalisir, senasib dengan para alumni, mahasiswa yang masih menempuh studi di FKIP tak terlewatkan juga untuk turut merasakan antri. Banyaknya karyawan yang pensiun menjadi alibi kurang maksimalnya pelayanan mahasiswa. Di samping banyaknya karyawan yang pension, penambahan pegawai tidak semudah membalikan tangan. FKIP tidak boleh mengangkat pegawai honorer melainkan harus melalui CPNS dan sudah diangkat menjadi PNS. Kasihan!!!
Di antara antrian panjang mahasiswa dan alumni yang menanti pelayanan dari pegawai, terselip kasus baru, yaitu kurang ramahnya pelayanan dari pegawai FKIP. Sudah jatuh tertimpa tangga. Ungkapan yang sedikit menggambarkan keadaan mereka. Sudah berjam-jam antri masih juga mendapat perlakuan yang tak sedap dari pegawai FKIP. Tidak hanya sistem yang perlu diperbaiki tetapi sikap para pegawai juga perlu dibenahi. Percuma bila softwarenya bagus tetapi braindwarenya jongkok. Mereka-mereka juga manusia yang duduk melayani kepentingan para mahasiswa. Layaknya pegawai bank, supermarket, dan receptionis yang sama-sama dibayar untuk melayani konsumen. Pelayanan prima seharusnya diterapkan di FKIP, pegawai yang murah senyum, ramah dan tepat waktu. Pembinaan kepribadian mungkin diperlukan bagi para pegawai FKIP yang masih mahal senyum.
Pembangunan shelter, gedung-gedung, dan lapangan serta area hotspot yang makin ramai di FKIP nampaknya belum cukup memuaskan hati mahasiswa. Lebih dari itu, sebuah pelayanan prima dari pegawai juga memiliki porsi yang perlu diperhatikan para petinggi FKIP. Untuk menjadi pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas mahasiswa perlu dibina karakternya sejak dini bukan hanya diajarai untuk bermegah-megahan. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, kalau atasan sudah berkarakter, ke bawah dan seterusnya pasti juga bagus kan?
red

Kebingungan Begog Diantara Kesimpangsiuran Berita

Siang itu FKIP UNS terasa sepi, lengang seakan tak ada kehidupan. Begog jadi lesu, hidup serasa mati makan tak mau tidur pun enggan (masak dikampus tidur?). Siang itu Begog gak ada teman, sendiri, sepi, sunyi.... Begog jadi sedih gara-gara sistem KBK yang baru diterapkan di kampus ini membuat ujian jadi ga jelas, libur pun juga ga jelas. Alunan kota mati menemani perjalanan Begog mengitari kampus.
Nah...untungnya ada Kiko yang tetep stand by di kampus, dasar orang asing ga mutu Selanjutnya dengan wajah sumringah like a sunrise Begog menghampiri Kiko yang lagi asyik baca koran di shelter kebanggaan kampus ungu ini, saking bangganya mahasiswa sama shelter, harus hati-hati guna’in kalo ga ntar bisa terluka lagi tu shelter.
“Kiko... Kiko...,” sapa Begog.
“Apa...apa...apa..., “ balas Kiko.
“Sedang apa... sedang apa...,” tanya Begog.
“Baca... baca... baca...,” sambung Kiko.
“Baca apa... baca apa...?” Begog tanya lagi.
“Koran... koran...,” jawab Kiko sambil senyum-senyum.
“Aduh..., kamu senyum-senyum githu aku jadi merinding ding... ada berita apa tho? Serius banget ampe ga nyadar ada Jonathan Mulia menghampiri,” Begog mulai kepedean
“Jonathan mulia???? Mana Gog?? Aku mau minta foto bareng kalo gitu.”Kiko terlihat antusias
“Dasar dung dung... orangnya di sini, di depanmu ini lho... ayo... ayo kalau mau foto bareng mumpung nganggur,” Begog mulai beraksi.
“Aduh duh Gog, stop-stop Gog kok tiba-tiba perutku jadi mules ya...,” Kiko mulai sadar sama kebohongan Begog.
“Ah... udah-udah... kalo ga mau foto bareng ya udah. Bukan tanggung jawab daku nantinya jika kau menyesal wahai fansku... mmmm... Korane tentang apa tho?” Begog bertanya lagi.
“Oh iya ini lho Gog.... Masak UNS mau membangun bengkel, hotel, dan Ruko untuk menanggulangi biaya nantinya ketika udah jadi BHP. Do you know???? Jadi kayak buka usaha githu... Aku jadi bingung,” jelas Kiko berapi-api.
“Dimana-dimana? Dibangun di mana?” tutur Njenik yang tiba-tiba njedul kayak hantu disiang bolong
“Di belakang kampus... Di koran ini dikatakan di tanah milik negara belakang kampus UNS akan membangun ruko,” jelas Kiko.
“Yang mana tho?” serang Njenik mengebu-gebu.
“Yaelah mbak Njenik, ya... ditrotoar itulah. Itu-itu yang dulu tempat ruko-ruko belakang kampus kita,” jelas Begog.
“So toi loe Gog... Aku katane pedagang yang di belakang kampus yang sekarang dipindah ke Pasar Surya. Tanah itu mau dibuat trotoar buat kita jalan, mau dibuat taman, kayak desain yang ada di balai kota itu lho,” timbal Njenik.
“Ih.. gak percaya... Kang Sipon......!!! Untung kau datang... jelaskan Kang mau dibangun apa belakang kampus kita ini!!!!” ujar Begog yang ga mau kalah sama pujaan hatinya.
“Aduh-aduh... aku ga tau kawan-kawan... Maklum aku lagi sibuk beud sama tugas-tugasku, ujianku. Aku jadi ga tau ada perkembangan apa di kampus,” jawab Kang Sipon.
“Ahhhh...,” teriak semuanya bebarengan .
“Gimana tho Kang. Dirimu itu yang kami andalkan untuk menetralisir semua berita-berita yang beredar kok malah ga tau.... Mengecewakan,” Njenik mulai mencerca.
“Aku hanya manusia biasa kawan... Otak satu... Dikala aku dipenuhi tugas ujian dan semua dan semua dan semua... aku gila...!!!!” keluh Kang Sipon.
“Sabar kang sabar kang ... Semua kan berakhir pada waktunya...,” Kiko coba menenangkan.
“Tapi ya temen-temen... Menurut saya, yang dimaksud hotel ya Rusunawa itu mungkin. Bengkel ya bengkel UNS yang dibelakang itu kemungkinan akan diperlebar. Kalau masalah ruko ya belum tau,” Kang Sipon mulai menerangkan.
“Jangan-jangan yang di belakang gerbang Kang,” tanya Begog
“Sepertinya bukan Gog, lha wong di balaikota sudah dipampang desain pembangunan taman kota,” Ujar Kang Sipon
“Wah... Kang Sipon hebat ya... walau sibuk tetep mudeng sama masalah kampus,” Kiko tampak terkagum-kagum
“Lha bagaimana lagi Ko, itulah tugas kita sebagai mahasiswa, harus peka sama segalanya. Wong kita ini orang terpelajar ... mahasiswa gitu lho...!!” Kang Sipon menggebu-gebu.
“Wach nanti apabila UNS benar-benar membangun hotel orang tuaku bisa menginap dunks kalau aku wisuda,” Begog mulai berandai-andai.
“Wach ternyata kamu juga ada minat ada wisuda ya Gog?” tanya Kiko.
“Ya iyalah, secara kan aku kuliah di UNS hahahaha...,” jawab Begog.
“Wach apabila benar-benar emang akan ada hotel kan bisa memudahkan penginapan buat orang tuaku. Asyikkk....”
“Emang kamu sanggup bayar biaya menginap di hotel Gog?” tanya Kang Sipon.
“Waduh... emang bayar ya. Kirain gratis bagi orang tua mahasiswa yang wisuda hee... semoga saja tidak mahal dech. Amin,” harap Begog.