Kamis, 29 April 2010

MAKELAR KASUS YANG TAK KELAR-KELAR





Melihat maraknya media massa maupun elektronik yang menulis tentang ”Makelar Kasus” atau yang lazim didengar dengan ”Markus” membuat rasa penasaran ingin tahu apa sebenarnya arti dan maknanya. Kalau mendengar kata makelar, benak kita langsung tertuju pada seseorang yang bertindak sebagai penghubung antara dua belah pihak yang saling berkepentingan. Kata makelar biasanya identik dengan istilah makelar tanah atau makelar barang-barang dagangan. Tapi lain, kini istilah makelar booming di dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Setelah kemarin ada istilah cicak, buaya, tikus, kemudian muncul yang lebih ngetrend dan keren yakni ”Markus, makelar kasus”. Meskipun sebenarnya kemunculannya sudah marak di zaman orde baru. Hanya saja selama itu keberadaannya seolah tersembunyi.
Tentunya, markus disini bukan lagi perantara jual beli mobil ataupun tanah, melainkan yang diperjualbelikan adalah sesuatu yang jauh lebih mewah dari sekedar mobil paling mewah sekalipun, yaitu keadilan yang sebenarnya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang dtitipkan pada penguasa negara. Markus disini seperti benang kusut “Mana ujung dan pangkalnya”. Semua diskenario sedemikian rupa entah sejak tahun kapan dimulainya, tapi sekarang ini berita itu tercetak tebal di Headline news stasiun-stasiun televisi ataupun surat kabar. Lebih parah lagi, yang terlibat dalam markus adalah para penegak hukum baik peradilan, polisi, jaksa, hakim, anggota DPR dkk. Mereka tanpa merasa berdosa menodai lembaga peradilan yang telah diamanatkan. Sumpah jabatan yang diikrarkan dibawah kitab suci tak ada nilainya. Kini sumpah itu hanya sumpah serapah belaka. Nonsen.
Makelar kasus merupakan kejahatan luar biasa. Mulai dari dampak kerugian material negara, pencitraan terhadap dunia luar serta yang lebih ekstrem adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Emanuel Kant sendiri pernah mengatakan bahwa “Kalau keadilan sudah tidak dapat diperoleh berarti sudah tidak ada lagi alasan untuk bertahan hidup dimuka bumi”. Seperti itukah seharusnya hukum yang berlaku di Indonesia? Entahlah.
Mafia hukum atau yang populer dengan markus ini mulai tampak kepermukaan sejak mantan Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji mengeluarkan pernyataan bahwa di Mabes Polri terdapat mafia kasus. Masalah ini semakin menyeruak dengan munculnya kasus Gayus Tambunan, seorang PNS golongan III/a di Direktorat Jenderal Pajak yang divonis bebas pada kasus penggelapan pajak sebesar Rp 28 miliar. Buntut dari kasus tersebut, yaitu sepuluh atasan Gayus di Direktorat Jenderal Pajak diberhentikan dari jabatannya. Jadi, tak ada salahnya jika muncul komunitas-komunitas pemerhati kasus markus, seperti munculnya komunitas facebookers antibayar pajak. Beribu-ribu penggemar sudah bergabung di dalamnya. Apa pemerintah ga merasa rugi sendiri? Toh pemerintah mau berdalih apa? Lha wong publik berbuat seperti itu juga karena orang-orang di atas (pemerintah.red).
Lengkap sudah rentetan nama-nama mafia hukum kelas kakap, mulai dari kasus Artalita Suryani, Anggoro dan Anggodo, Gayus Tambunan, Andi Kosasih, Sjahril Djohan dkk. Dengan uang, mereka bisa membeli segalanya termasuk hukum sekalipun. Begitulah adanya, sebuah penyakit kronis yang telah mengerogoti sistem hukum di Indonesia. Bukan suatu hal yang harus ditutupi, sejak terbongkarnya kasus Anggodo Wijaya dengan disiarkannya rekaman hasil penyadapan Mahkamah Konstitusi dalam persidangan Uji Materi UU KPK masyarakat kembali ditunjukkan dengan fakta vulgar yang kembali mengingatkan bahwa makelar kasus dalam penegakan hukum kita semakin kronis. Sungguh luar biasa, metode-metode yang dilakukan sistematis dan berkelas. Benar juga kalau Indonesia masuk lima besar dalam kompetisi negara terkorup di dunia. Mantab.
Memang berita markus menjadi fenomena heboh di kalangan birokrasi pemerintah. Masyarakat publik dibungkam dan didustai dengan rekayasa dan percaloan keadilan oleh penguasa domain hukum. Terkesan masyarakat hanya bisa memendam amarah melihat permainan bejat para mafia hukum. Sungguh ironis. Indonesia mau dibawa kemana, jika para pemimpin (penegak hukum.red) saja ribet dengan urusan pribadi. Sedang rakyatnya kalang kabut, mengemis kesana-kemari hanya untuk mengisi perut. Jadi, betul kalau dunia marah dan murka karena manusia tak mau tahu lagi apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Hanya keegoisan dan invidualisme yang diagung-agungkan sehingga permasalahan tersebut tak kunjung usai. Daripada duit buat bayar lawyer, sidang sana-sini, jutaan bahkan milyaran rupiah masuk kantong mbok sudah, yang jelas terbukti salah langsung saja masukkan sel. Gitu saja repot! Belum lagi kasus itu menyita banyak waktu yang menyebabkan masyarakat mulai jenuh. “Mbok milih liat OVJ atau democrazy aja , dagelan ala Indonesia yang syarat dengan kritikan sosial dan lelucon ringan”. Plus bisa jadi hiburan tuk melepas lelah. Itulah sedikit komentar dari publik.

Siti Zulaikhah

GRAFITASI GELAR UPGRADING I

(AK47, FKIP UNS) Sabtu (10/4), Himpunan Mahasiswa Pendidikan (HMP) Fisika Grafitasi menggelar upgrading 1 yang diikuti oleh 59 pengurus. Kegiatan yang digelar di kawasan Hutan Wisata Bromo Karanganyar dimulai pukul 08.00-16.00 WIB. Acara ini merupakan realisasi proker bidang Kesekretariatan. Upgrading bertujuan untuk meningkatkan kesolidan, kekeluargaan, dan menumbuhkan motivasi kinerja pengurus.
Kegiatan yang diketuai Fengky Adie P. (2009) diisi dengan serangkaian outbond dengan empat pos. Pos 1, yaitu pos perkenalan, pos 2 kepemimpinan, pos 3 komunikasi, dan pos 4 kreativitas. Kegiatan ditutup dengan pemberian motivasi dari PHT demisioner dan sharing bersama. Usai upgrading, diharapkan bukan keadaan statis sebagai buahnya, melainkan terjadi perubahan yang dinamis menuju Grafitasi yang solid dan ikatan kekeluargaan yang erat sehingga akan bermuara pada tujuan yang ditetapkan.

Sufi_

UPGRADING HIMMADIKA

(AK47, FKIP UNS) Sabtu (17/4) Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika (HIMMADIKA) FKIP UNS menyelenggarakan upgrading bagi pengurus HIMADIKA. Acara tersebut digelar dengan tujuan untuk mengakrabkan pengurus HIMMADIKA. Upgrading ini tampil berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena kali ini upgrading diselenggarakan di Tawangmangu. Acara utama dalam kegiatan ini adalah outbond sehingga selain peserta bisa mengakrabkan diri juga bisa menikmati keindahan alam. Upgrading diselenggarakan dan bersifat wajib bagi pengurus HIMMADIKA FKIP UNS.

Humas HIMMADIKA_

GRAFITASI GELAR SPEAKING TRAINING AND MOTIVATION

(AK47, FKIP UNS) Sabtu (17/04), Himpunan Mahasiswa Pendidikan (HMP) Fisika Grafitasi menggelar Speaking Training and Motivation (Speaktrum) di aula Gedung C. Acara yang diikuti tidak kurang dari 55 peserta mengusung tema Shine Your Intelligent with Speaking. Menghadirkan trainer Susilo Prasetya dan Hanifullah Sukri, M.Hum.. Speaktrum bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk berbicara dengan baik, benar, dan berkualitas sebagai calon pendidik.
Tidak hanya penyampaian materi tetapi dilakukan juga simulasi atau praktik berbicara secara langsung. Realisasi proker bidang Pembinaan ini berjalan dengan lancar dan mendapatkan respon baik dari para peserta.

Sufi_

Piala Presiden BEM FKIP UNS

(AK47, FKIP UNS ) Badan Eksekutif Mahsiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta (BEM FKIP UNS) menyelenggarakan pertandingan futsal yang di ikuti oleh mahasiswa dari berbagai program studi, HMP, HMJ, dan UKM di lingkungan FKIP UNS dalam rangka memeriahkan progam kerja sosial, pemuda, dan olahraga dari divisi olahraga yang di namakan Piala Presiden BEM. Acara ini berlangsung dari tanggal 19–23 April 2010. Pertandingan di laksanakan di lapangan Keluaga Besar Mahasiswa (red, Gelora Pendidikan ) FKIP UNS. Adapun selama acara berlangsung, terdapat beberapa kendala. Kendala yang paling utama adalah cuaca yang tidak mendukung. Jika hujan, lapangan menjadi licin dan tidak aman, sehingga pertandingan di pindah di lapangan depan gedung B. Menurut M.Dimas Wijayanto, Arief ndutz, dan Yahya mahasiswa pendidikan Sejarah 2009 menungkapkan bahwa acara tersebut kurang persiapan. “Fasilitas kurang memadai seperti lapangan dan bola. Lapangannya juga licin saat hujan. Kalau pertandingan di pindah di depan gedung B tidak menyenangkan karena lantainya aspal, dan pertandingannya terlalu dipaksakan walaupun sudah gelap.“ papar Dimas yang juga diamini oleh mahasiswa lainnya. Sampai berita ini diturunkan pertandingan sudah memasuki babak semifinal.


Al ma’arif, tambak, ais.

SKI FKIP GELAR KAJIAN KRISTOLOGI

(AK47, FKIP UNS ) Jum’at (16/4) Sentra Kegiatan Islam (SKI) FKIP UNS kembali mengadakan kegiatan bertajuk keagamaan. Kegiatan ini dibingkai dalam bentuk kajian kristologi. Kajian ini bertempat di gedung A lantai 2. Kajian kristologi ini merupakan wadah bagi para muslim sebagai wujud keikutsertaan dalam dakwah. Sebagai narasumber dari event tersebut, pihak panitia menghadirkan Dewi Purnamawati, muallaf sekaligus mantan aktivis gereja. Dengan latar belakang ini, diharapkan isi dari kajian ini lebih mengena. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman-pengalaman yang langsung dihadapkan kepada Ibu Dewi Purnamawati selama beliau masih menganut agama yang sebelumnya dan kebetulan beliau juga menjadi aktivis gejera, sehingga beliau mengetahui pasti seluk beluk adanya program pemurtadan.
Dari pemaparan pembicara yang ahli di bidangnya, mampu menghadirkan pertanyaan-pertanyaan yang berbobot, yaitu sekitar permasalahan yang terjadi di masyarakat terkait hubungan antara umat Islam dan non Islam. Bahasan lebih menekankan pada strategi non muslim dalam mempropaganda muslim. Dengan melalui proses kegiatan, kajian kristologi tersebut berjalan lancer selama dua jam, yaitu dari pukul 13.00 – 15.00 WIB yang dihadiri oleh 85 peserta. “Kajian ini merupakan kegiatan rutin satu bulan sekali. Dari adanya kegiatan ini diharapkan setiap muslim lebih peka terhadap apa yang terjadi di masyarakat.” Tutur Iskayati, panitia.

_helty_

BEM FKIP ADAKAN WORKSHOP BULETIN

(AK47, FKIP UNS), Sabtu (17/4)Departemen Kesekjendan BEM FKIP UNS “Kabinet Berkarya” berbagi dan menginspirasi dengan mengadakan Workshop Buletin yang bertemakan “Mewujudkan budaya ilmiah mahasiswa dengan tulisan yang berkualitas”. Acara yang diselenggarakan di Gedung A lantai 2 tersebut dihadiri oleh dua pembicara, yaitu Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNS, Kundharu Sadhono dan PU LPM Kentingan 2009-2010, Hasan Musthofa. Hadir pula sejumlah delegasi dari UKM dan HMJ dari FKIP. Beberapa peserta juga aktif bertanya seputar masalah kepenulisan buletin. Atin Kurniawati, selaku SC menuturkan tujuan dari acara workshop buletin adalah untuk memberi pelatihan kepada mahasiswa tentang bagaimana proses pembuatan buletin.


FARRA_

"SOAL KONSTRUKSI SEBENARNYA MEMANG RUSAK DAN HARUS SEGERA DIPERBAIKI....

Ditemui di sela-sela kesibukannya, ,,,,,Agung Alfarisi selaku Kepala Divisi Departemen Olah raga BEM FKIP “kabinet berkarya”, memberi tangapan tentang masalah konstruksi lapangan KBM.



Sejauh mana BEM (Menpora) mengelola lapangan basket dan futsal di gelora pendidikan FKIP?
“sejauh ini kami (BEM) FKIP memang bertanggungjawab untuk mengelola lapangan gelora pendidikan di FKIP ini. Jadi sementara ini kami punya rencana untuk membuat jadwal pemakaian lapangan untuk semua mahasiswa FKIP. Dalam forbes BEM bersama HMJ dan UKM lain pun nantinya juga akan kami sampaikan terkait hal tersebut. Sehingga semua mahasiswa dapat memanfaatkan lapangan secara maksimal.”
Menurut pendapat Anda, apakah lapangan gelora pendidikan ini sudah memenuhi standar?
“Kalau menurut saya mungkin ini memang kurang ya, untuk lebar lapangan sepertinya kurang dan panjangnya juga kurang sedikit.”
Sejauh mana pemanfaatan gelora pendidikan? Apakah sudah maksimal penggunaannya?
“Untuk pemanfaatan lapangan gelora pendidikan itu sejauh ini dimanfaatkan oleh mahasiswa FKIP sendiri. Kalau untuk pemaksimalan ya paling yang saya amati baru dipakai saat ada turnamen atau acara tertentu saja. Selain itu paling yang sering memanfaatkan lapangan memang BEM itu sendiri. Kalau untuk mahasiswa lain sepertinya belum banyak yang memanfaatkan. Mungkin karena sosialisasi yang kurang, tanggapan dari mahasiswa itu sendiri nampaknya belum ada yang bertanya tentang pemanfaatan lapangan ke kami. Kita juga gak bisa maksa mereka untuk harus memanfaatkan lapangan. Kami hanya menyediakan fasilitas lapangan itu sendiri, jika ada yang mau menggunakannya untuk turnamen atau acara lainnya ya silahkan saja, kami terbuka kok.”
Bagaimana dengan kondisi ring dan gawang di lapangan?
“Untuk gawang sebenarnya ada dua pasang. Keduanya milik umkap. Akan tetapi waktu itu dari PGSD ada yang meminjam dan belum dikembalikan. Kami sendiri belum mengambil ring yang dipinjam tersebut. Kondisi keduanya masih bagus.Untuk ring ya memang kondisinya seperti itu.”
Bagaimana prosedur peminjaman lapangan gelora pendidikan?
“Karena lapangan ini menjadi tanggung jawab kami selaku BEM, maka jika ada yang mau meminjam langsung saja ke kami menggunakan surat tidak perlu ke umkap. Soal biaya tidak ditarik sepeserpun. Jika ada yang meminta iuran, silahkan laporkan ke kami.”
Mengapa kondisi konstruksi lapangan memburuk?
“Soal konstruksi sebenarnya memang rusak dan harus segera diperbaiki. Ketika ada rapat diskusi tentang pembangunan lapangan tersebut, sudah ditentukan satu pihak yang akan mengurusi tentang pembangunan lapangan, terkait masalah konstruksi yang memang gak rata, kalau hujan licin dan banyak genangan air, akan kami tanyakan kembali kepada pihak terkait.”
Apa saja hambatan yang terjadi selama pemeliharaan lapangan?
“Kalau untuk pemeliharaan lapangan, dulu memang sempat diusulkan agar lapangan gelora pendidikan ini dibuat pagar agar terawat dan rapi. Akan tetapi dari pihak Dekan sendiri menolak dengan alasan akan merusak pemandangan kampus FKIP ini.”
Harapan Anda terhadap kondisi lapangan dan pemanfaatan lapangan itu sendiri?
“Harapan saya tentu saja lapangan ini segera diperbaiki, entah dibangun ulang, ditambal atau gimana caranyalah yang penting lapangan itu tidak tergenang saat hujan, karena memang konstruksinya kurang bagus sehingga jelas perlu pembenahan.” ”selain itu saya berharap para mahasiswa FKIP dapat memanfaatkan lapangan ini secara maksimal.”
Solusinya bagaimana?
“Sementara ini memang sedang dalam proses untuk perbaikan, kami baru akan mengajukan ini ke pihak fakutas, karena memang masalah perbaikan dan dana perbaikan itu sendiri pihak fakultaslah yang berwenang.”
Jika dibandingkan dengan lapangan tenis, memakai lapangan tenis terlihat lebih ramai?
“Oh kalo masalah lapangan tenis, Bem sendiri kurang tahu karena itu wewenang fakutas. Mungkin bisa tanya langsung ke Pak Dekan. Iya memang sepertinya lapangan tenis lebih sering dimanfaatkan oleh para dosen, pegawai dan juga mahasiswa dibandingkan dengan pemanfaatan lapangan gelora ini.”
Sebenarnya ditujukan untuk siapakah lapangan tenis tersebut?
“Untuk lapangan tenis kami benar-benar tak tahu menahu, mungkin lapangan tenis ditujukan untuk semua warga FKIP termasuk dosen dan karyawan yang memang terlihat menmanfaatkan lapangan tersebut.”

Farra_

Debat Calon Walikota Kurang Greget

(AK-47, FKIP UNS) Debat dan Kontrak Politik Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Surakarta 2010-2015 dinilai kurang begitu greget. Pasalnya, debat yang diadakan di Auditorium UNS (20/4) bersifat monoton dan biasa-biasa saja. “Debatnya masih monoton dan kurang greget” terang salah satu peserta, warga Jebres yang tidak menyebutkan namanya.
Acara debat dan kontrak politik dengan tema “Menjadikan Pilkada Solo sebagai Momentum Menuju Solo Inspiratif” dibuka oleh Rektor UNS, Prof.Dr.H.Much.Syamsulhadi,dr.,Sp.Kj (K). Dilanjutkan dengan acara inti debat Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Surakarta dengan menghadirkan dua orang panelis, Mohammad Yamin, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS dan Bapak Darmono selaku Dosen UNS. Debat diawali dengan pemaparan visi misi kedepan untuk membangun kota Surakarta dari masing-masing calon. Kemudian masing-masing calon wajib menjawab pertanyaan dari para panelis dan juga pertanyaan dari peserta debat.
Debat dan Kontrak Politik yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS hanya dihadiri oleh calon walikota yaitu Ir.Joko Widodo dan Dr.Kp.Edi S. Wirabumi., S.H.. Tujuan diadakannya debat dan kontrak politik adalah seperti yang diungkapkan Wakil ketua panitia dalam sambutannya, “ Salah satu upaya untuk memberikan wacana dan pendidikan politik bagi mahasiswa UNS”. Debat Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Surakarta 2010-2015 ditutup dengan penandatangan tujuh tuntutan oleh kedua calon walikota sebagai kontrak politik
Mufti

BUKAN SEKADAR AKSESORIS KELAS

Siang yang sangat panas itu sebenarnya ada kuliah di ruang 203 Bahasa Indonesia. Namun, terpaksa kuliah itu dibatalkan karena kondisi ruang kelas yang sangat pengap dan agak berbau, sangat tidak nyaman. Hal ini disebabkan AC yang terpasang di ruang tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sangat aneh, baru kali ini ada kejadian batal kuliah hanya gara-gara kondisi pengapnya ruang kelas. Sebenarnya, kondisi itu sering terjadi saat hari sudah mulai siang dan panas udara luar yang sangat menyengat. Hal itu mestinya tidak harus terjadi jika kenyamanan ruang kelas, khususnya pendingin ruang (AC) diperhatikan dengan baik. Sebagai sarana perkuliahan, ruang kelas dengan segala sarana pendukung yang ada di dalamnya harus memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Seyogyanya, sarana pendukung perkuliahan dalam kelas bukan hanya sebagai aksesoris belaka. Kipas, lampu, dan AC seharusnya dapat mendukung keberlangsungan perkuliahan, tetapi jika hal itu tidak mendapat perhatian, tentulah banyak pihak yang dirugikan. Kita pasti tidak mau jika perkuliahan kita terganggu hanya gara-gara AC yang tidak berfungsi. Kadang, banyak juga yang berceloteh, “Sudah bayar mahal, tapi kenapa masih tetap panas seperti ini?” Seharusnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut mengganggu pikiran pihak yang terkait sehingga jangan sampai pertanyaan seperti itu keluar akibat ketidaknyamanan pengguna sarana perkuliahan. Sebenarnya, bukan hanya mahasiswa yang merasakan hal itu, para dosen yang mengajar di ruang tersebut pun juga kadang mengeluhkan hal itu. Sebagai gambaran, jika sudah siang, walaupun kipas sudah dinyalakan, namun karena pendingin ruangan (AC) tidak berfungsi dan ruang itu digunakan sejak pagi hari, suhu ruangan itu akan meningkat yang menimbulkan pengap dan gerah yang luar biasa. Untuk itu, meminta kepada semua pihak yang terkait untuk segera membenahi AC yang berada di ruang 203 Bahasa Indonesia karena alangkah tidak nyamannya jika perkuliahan dalam kondisi ruangan yang gerah dan pengap.
Helmi Rian F. (Bastind’08)

SMS INBOX

085728336xxx
Untuk Kaprodi Pend. Bahasa Indonesia, sudah bayar mahal-mahal kok kelas (khususnya ruang 203) AC’nya tidak bisa nyala. Benar-benar tidak nyaman dan puanasssss.... Mohon ditindaklanjuti!

Hery (PGSD), 085647455xxx
Kenapa AK47 distribusinya tidak sampai di PGSD ya? Apa PGSD sudah tidak dianggap? Terima Kasih.

Erwand (PTM), 085642059xxx
Lapangan tenis kampus V Pabelan tidak terawat, mohon diperbaiki. Kalau bisa dikombinasi menjadi lapangan futsal dan basket. Terima kasih.

085727434xxx (PTB)
Untuk anak-anak BEM/FICOS secara tidak langsung telah menipu tentang pembuatan sertifikat kegiatan pelatihan program Linux. Katanya ada sertifikat tapi sampai sekarang tidak ada. Setelah ditanya ke BEM, katanya di FICOS, giliran ditanya ke FICOS, katanya di BEM.Anehkan???

081377831xxx
Pak gimana nih.. Kog ngeprint diperpus pusat udah ga boleh lagi... Trus kita-kita mahasiswa ngeprint e musti keluar dulu... telat dong kita kuliahnya..
Padahal kan itu sangat membantu pak.. kog dilarang sekarang????? Trus hanya boleh ngetik saja.. sama aja musti bolak –balik ..saya jadi bingung kan bermanfaat kok dilarang???.
Makasih

Cahya. Sejarah (085725308xxx)
Penggunaan lapangan serba guna KBM jangan Cuma buat futsal tok. Katanya serba guna.... Tapi yang sering kliatan Cuma buat futsal. Trus air di gedung C lantai 3 sering mati , temen-temen sering ngeluh kalo mau apa-apa mesti turun. Satu lagi hotspotan FKIP masih lama bahkan sering ga conect karna banyak yang pakek jadi rebutan. Hehehehe....

GELORA PENDIDIKAN BELUM MEMAHASISWA

Lapangan serba guna FKIP atau yang disebut gelora pendidikan masih belum maksimal pemanfaatanya. Kondisi lapangan yang kurang nyaman dan kurang standarnya fasilitas yang dihadirkan menjadi dalih sepinya pengguna lapangan.
Lalu lalang mahasiswa masih saja menjadi aktifitas rutin di gelora pendidikan FKIP. Lapangan di desain multi fungsi sebagai lapangan basket, lapangan futsal dan panggung pertunjukan. Namun, hingga hampir satu tahun keberadaanya masih sepi pemanfaatnya kecuali pada event tertentu. Zaky, mahasiswa PKN 2009 memberi tanggapan terkait masalah tersebut, “penggunaan lapangan gelora pendidikan di FKIP belum maksimal, karena hanya ramai saat adanya pertandingan futsal atau basket yang seringnya diselenggarakan oleh BEM FKIP”. Gelora pendidikan diperuntukan bagi kegiatan mahasiswa FKIP baik di Kentingan maupun di kampus wilayah serta mahasiswa UNS pada umumnya. Namun, kondisinya jauh berbeda dibanding dengan lapangan tenis yang posisinya hanya berseberangan. BEM tidak memiliki wewenang mengenai penggunaan lapangan tenis, “kalau lapangan tenis BEM tidak punya wewenang”. Mahasiswa Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (POK) menempuh mata kuliah praktik di lapangan tenis, “kadang kalau mata kuliah umum atau pilihan tenis kadang memakai lapangan tenis di Kentingan,” ungkap Awal mahasiswa POK 2007. Senada dengan Awal, Wahyu menuturkan pandangan yang sama tentang kondisi gelora pendidikan bial dibandingkan dengan lapangan tenis. “lebih sering digunakan lapangan tenis daripada lapangan basket, lapangan gelora ini ramainya paling kalau ada lomba atau hari minggu saja, kalau saya amati malah yang sering makai anak–anak BEM FKIP sendiri dan beberapa anak UKM lain seperti Motivasi dan Peron yang memang sering nongkrong dekat lapangan.” Jelasnya. BEM melalui Agung Alfarisi selaku Kepala Divisi Departement Olah Raga BEM kabinet Berkarya FKIP mengamini minimnya pemanfaatan gelora pendidikan bagi mahasiswa. “Untuk pemakaian lapangan gelora pendidikan FKIP yang sepertinya belum banyak yang memanfaatkan ini juga menjadi PR kami,” paparnya.
Kondisi lapangan Gelora Pendidikan FKIP yang tergenang air saat hujan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi para mahasiswa. Kondisi tersebut sangat berbahaya bagi mahasiswa jika tidak berhati-hati siapapun bisa terjatuh karena kondisi lapangan yang licin dan tidak rata. Bukan hanya itu hanya kondisi lapangan yang licin dan kurang merata, lebih dari itu adalah fasilitas yang masih jauh dari stadar. Ring basket yang kurang tinggi dan besar sebgai salah satu contohnya. Supri, mahasiswa PKN 2009 menanggapi, “Kalau fasilitas di lapangan gelora pendidikan ini juga kurang bagus, lihat saja ring basketnya udah rusak,” ungkapnya. Dengan kondisi dan fasilitas yang kurang maksimal memang menjadi salah satu alasan mahasiwa kurang antusiasnya untuk menggunkan lapangan. Kondisi lapangan di gelora pendidikan ini nampaknya harus segera dibenahi seperti yang disampaikan Zaky mahasiswa PKN 2008, “harus diperbaiki ini kan fasilitas untuk mahasiswa”.
Lapangan depan KBM merupakan fasilitas dan hak mahasiswa sehingga jika kondisinya saja buruk, perlu dipertanyakan lebih lanjut. Lapangan gelora pendidikan FKIP selayaknya memang diperuntukkan bagi mahasiswa FKIP. Mengenai konstruksi lapangan gelora pendidikan FKIP yang rusak, Agung Alfarisi selaku Kepala Divisi Departement Olah Raga BEM kabinet Berkarya FKIP UNS memberikan tanggapannya. “Untuk masalah lapangan di gelora pendidikan FKIP ini memang perlu perbaikan, karena mungkin konstruksi bangunan saat dibangun itu kurang bagus,” ungkapnya. Terkait perbaikan lapangan itu sendiri pihak BEM belum dapat bertindak apa-apa, sementara ini usulan perbaikan lapangan masih dalam proses. BEM mengaku akan meningkatnkan sosialisi untuk penggunaan lapangan depan KBM tersebut. Meskipun BEM mengakui banyaknya kendala yang ada. “Bagi yang ingin memakai ya silahkan saja, kami selaku penanggung jawab keberadaan gelora pendidikan FKIP ini terbuka kog,” tutur Agung. Sedangkan untuk ijin pemakaian tidak ada biaya sepeserpun, “silahkan memakai saja jika ingin memanfaatkan untuk lomba atau even pertandingan lainnya.” pungkasnya.

Farra_

Lapangan KBM : 98% Responden Menyatakan Belum Mengetahui Prosedur Perizinan Penggunaan Lapangan KBM




Lapangan Keluarga Besar Mahasiswa (Gelora pendidikan) yang terletak di depan Gedung KBM FKIP adalah salah satu fasilitas yang disediakan fakultas untuk mahasiswa di luar kegiatan perkuliahan. Kebanyakan mahasiswa hanya mengetahui keberadaan lapangan tersebut, tetapi tidak mengetahui penggunaan lapangan tersebut. Terlebih lagi ketidaktahuan mahasiswa mengenai prosedur perizinan penggunaan lapangan KBM di FKIP UNS.
Dihadapkan dengan kenyataan tersebut, Crew LPM Motivasi FKIP UNS Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) berusaha menggali informasi dari mahasiswa FKIP mengenai optimalisasi penggunaan lapangan KBM, terutama mengenai prosedur perizinan penggunaan lapangan KBM. Penyebaran polling dilakukan pada minggu ketiga bulan April dengan teknik random sampling (pengambilan sampling secara acak) dengan jumlah responden 200 mahasiswa.
Dari hasil polling yang dilakukan oleh Bidang Litbang LPM Motivasi FKIP UNS, sebanyak 98% responden menyatakan belum mengetahui prosedur perizinan penggunaan lapangan tersebut. Kurangnya sosialisasi menjadi alasan penyebab ketidaktahuan mahasiswa mengenai pemanfaatan lapangan KBM. Seperti yang diungkap oleh Arief, mahasiswa prodi Seni Rupa, ”Kurang adanya sosialisasi penggunaan, dari kebanyakan mahasiswa kurang mengetahui prosedur penggunaannya,” ungkap Arief. Sejalan dengan itu, S.F, mahasiswa prodi Sejarah mengungkapkan, ”Kegiatan yang dilaksanakan di lapangan tersebut hanya dari kegiatan BEM dan HMJ. Karena kurangnya sosialisasi cara/prosedur penggunaannya sehingga kegiatan dari HMP yang perlu menggunakan lapangan tersebut justru menyewa di tempat lain.”
Sedangkan 1% responden menjawab telah mengetahui prosedur perizinan lapangan KBM dan sebanyak 1% responden tidak menjawab (sampling error). Berbagai saran dilontarkan mahasiswa. Diantaranya Hartono, mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin (PTM) berharap, “Sering diadakan acara-acara dan pengumuman cara/prosedur penggunaan lapangan KBM agar fasilitas yang disediakan tidak sia-sia dan tidak hanya sebagai pajangan.” Begitu juga dengan Zona, mahasiswa prodi Sejarah, “Harus ada sebuah sosialisasi kepada mahasiswa tentang kegunaan untuk apa sajakah lapangan tersebu dan proses perizinannya.”

Kartini dalam modernisasi Emansipasi ataukah ambisi??

Memaknai hari kartini yang jatuh pada tanggal 21 april 2010 tepatnya hari rabu kemarin sebagai langkah dini membenahi simpul-simpul pemikiran yang telah lama mengakar dalam benak- perempuan- perempuan masa kini. Masa kartini telah berlalu namun semangat juang beliau masih melekat dalam benak para perempuan bangsa ini. Pengorbanannya untuk melepaskan tali-tali pemikiran feodal zaman itu telah berhasil menelurkan satu reformasi gemilang tentang hak perempuan yang sering di kenal dengan ’emansipasi’, mungkin kita semua sudah merasakan hasil dari pada perjuangan beliau untuk kelayakan hidup kaum perempuan, namun pernahkan kita berfikir bahwa sebagian orang justru memaknai semangat dan perjuangan Kartini kita sebatas perjuangan untuk kesetaraan gender?
Kesetaraan gender, sekali lagi menuai banyak polemik dalam eksistensinya. Banyak para perempuan berpendapat bahwa kesetaraan genderlah yang menjadi esensi perjuangan kartini pasa masa itu, namun bila kita sedikit mencermati dari pada esensi, yang sebenarnya beliau perjuangkan adalah sebuah harapan yang pada masa itu dirasa tidak mungkin untuk diwujudkan. Harapan itu adalah kelayakan hidup bagi kaum perempuan, perempuan harus dihargai atas nama keadilan, perempuan harus menempati posisi yang bukan lagi dianggap sebagai alas kaki.
Mari kita mencoba mengurai makna apa yang patut kita petik dihari kartini kemarin, kita sudah tidak menyoal lagi tentang kesetaraan gender yang banyak didengungkan para aktivis emansipasi, karena perempuan memang spesial diciptakan oleh Tuhan dengan kodratnya yang akan menjadi istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Dan bukan lagi mempermasalahkan tentang bagaimana seorang perempuan harus setara dengan laki- laki.
Kartini masa kini menyimpan sejuta arti mengenai laju gerak perempuan pada zaman modern ini. Obesitas yang terkandung dalam implementasi sebuah emansipasi mulai tercium seiring majunya sebuah zaman beserta peradabannya. Sudah tentu ini mempengaruhi pola fikir perempuan masa kini yang sangat lekat dengan ambisi serta obsesinya mengenai mimpi serta harapan-harapan yang mungkin pasa masa kartini dulu sulit untuk diwujudkan. Dan semua itu sebenarnya adalah salah satu bukti keberhasilan perjuangan Kartini. Namun tidak cukup sampai di situ saja, bila kita melihat perjuangan perempuan masa kini kita akan melihat kecenderungan pada makna ambisi dan bukan lagi pada makna emansipasi. Mungkin masa emansipasi telah berlalu seiring dengan benturan budaya dan ideologi yang semakin kuat pada bangsa ini. Contonya saja; banyak perempuan yang terlampau mengejar obsesinya untuk berkarier dari pada membina keluarganya. Padahal perempuan memegang peranan penting dalam keluarga yakni sebagai seorang ibu yang secara harfiah merawat, menjaga serta mendidik buah hatinya dengan fungsi afeksi yang tentu saja muncul pertama kali dari seorang ibu. Dan juga banyak perempuan yang rela menunda pernikahannya karena mereka menganggap pernikahan tidak lebih dari sekedar belenggu yang mengikat mereka melalui tugas serta tanggung jawab sebagai seorang istri sekaligus ibu. Jelas hal ini akan berdampak buruk, mulai dari keluarga yang terlantar dan berantakan, hingga pengabaian terhadap kualitas generasi muda. Padahal keberadaan generasi muda yang berkualitas, cerdas dan bertakwa merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Melihat semua itu, kita hanya dapat bercermin kembali dari masa lampau bahwa Kartini adalah sosok keteladanan bagi bangsa dan negara Indonesia. Kecerdasan, kemampuan menulis dan pembelaanya terhadap kaum perempuan hendaknya menjadi cermin bagi perempuan Indonesia. Sementara Gagasan pemberdayaan perempuan serta penggalaan hidupnya, keliru bila disebut sebagai perjuangan kesetaraan gender sebagaimana yang diutarakan oleh para aktifis feminis dan emansipasi. Dan tentu saja emansipasi bukanlah diperuntukan untuk meluluskan ambisi, emansipasi difungsikan untuk membangun kembali semangat perjuangan yang diwariskan kartini agar para perempuan masa kini lebih berperan dalam mencetak generasi penerus yang berkualitas untuk produktivitas bangsa yang sudah memprihatnkan ini, bukan malah berlomba-lomba untuk menyaingi drajat kaum laki-laki. Mari tingkatkan semangat juang Kartini masa kini di tengah modernisasi melalu emansipasi dengan esensi yang benar. Dari Gelap Menuju Cahaya menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Selamat hari kartini...!!!! Raihlah Semangat Kartini Masa Kini.....

Navita HR
Sos-Antro 2008

LAPORAN PRAKTIKUM SITA WAKTU KULIAH

Banyaknya praktikum yang dilakukan mahasiswa P.MIPA membuat mereka berkonsentrasi dalam membuat laporan. Ujian mata kuliahpun sering dijadikan korban adanya pengurangan nilai jika laporan terlambat.

Menjadi suatu tradisi bagi seorang mahasiswa P.MIPA untuk menempuh praktikum kemudian menyusun laporan praktikum. Tidak cuma satu-dua kali saja bahkan sampai empat kali dalam sepekan. Kegiatan tersebut memang dilaksanakan dengan tujuan untuk mempraktekkan kebenaran dari suatu teori yang dipelajari. Tetapi dengan adanya praktikum itu dirasa menambah beban tersendiri bagi mahasiswa, terutama semester awal yang masih kesulitan dalam membagi waktu antara belajar mata kuliah dasar, pretest, praktikum dan menulis laporan. “Empat kalipun praktikum yang kami lakukan tidak akan menjadi beban jika tidak disusul dengan laporan,” ujar Rifa salah satu mahasiwa fisika semester dua.
Alokasi waktu dalam praktikum jauh lebih sedikit dibandingkan waktu dalam pelaksanaan mata kuliah dasar, yaitu 2x45 menit sedangkan mata kuliah dasar memerlukan waktu 2x50 menit. Selain alokasi waktu, jumlah SKS yang dibebankan untuk mata kuliah dasar juga lebih banyak yaitu 2 SKS. Sedangkan praktikum hanya 1 SKS. Semua itu disebabkan karena mata kuliah dasar memiliki materi yang cukup banyak dibandingkan dengan materi praktikum. “Materi kuliah dasar materinya banyak dan cukup sulit, penyampaian materinya tidak cukup hanya dengan satu atau dua kali saja dalam satu bab,” jelas Budi Utami S.Pd, M.Pd salah satu dosen pengampu mata kuliah kimia. Meski memerlukan jumlah SKSnya lebih sedikit tetapi dalam pelaksanaaannya efek yang ditimbulkan dengan adanya praktikum tersebut justru memerlukan banyak waktu dan menghabiskan tenaga. Bagaimana tidak, saat mahasiswa selesai praktikum justru tugas mereka menjadi lebih banyak. Mereka dituntut agar bisa menyelesaikan laporan tepat waktu. Jika mengalami keterlambatan dalam menyerahkan laporan hasil praktikum maka asisten dosen tidak segan memberi penilaian -1 dari nilai hasil laporan tersebut. Adanya pengurangan nilai itulah yang menyebabkn mahasiswa lebih menyempatkan waktu dalam mengerjakan laporan dari pada sekedar untuk belajar mata kuliah biasa. Apalagi hanya sekedar membaca materi dalam mempersiapkan kuliah besok, kuispun sering dikesampingkan untuk sekedar menulis laporan. Sehingga tidak banyak mahasiswa yang nilai praktikum yang hanya 1 sks justru lebih tinggi dari pada mata kuliah dasar. Pandangan itu disangkal oleh Yulian ketua asisten dosen prodi fisika “Pengurangan nilai bukanlah alasan utama bagi mahasiswa untuk mengesampingkan mata kuliah dasar. Jika ada yang berkata seperti itu, biasanya ia belum berpengalaman seperti halnya semester 1 dan 2.” tegasnya. Senada dengan Budi Utami yang mengungkapkan bahwa “Sulitnya memanajemen waktu untuk melaksanakan semua tugas yang sudah menjadi tanggung jawab mahasiswa merupakan faktor yang harus diperhatikan agar tidak terbengkalai dalam menjalankan peranannya sebagai mahasiswa seutuhnya”.
Banyaknya mahasiswa semester awal yang berharap agar penulisan laporan khusus untuk mata kuliah sesuai dengan prodinya masing-masing agar tidak terlalu menyita waktu, menguras tenaga dan fikiran ternyata belum mendapat respon baik dari pihak fakultas... Statement mahasiswa. Banyaknya praktikum dan laporan tidak hanya pada mata kuliah program studinya saja melainkan mata kuliah lain. Mahasiswa semester awal yang masih menempuh berbagai praktikum dari beberapa mata kuliah ingin segera menempuh semester atas agar beban praktikumnya tak menggunung. ”tidak heran jika kami ingin cepat jadi semester atas agar beban dalam pembuatan laporan hasil praktikum lebih berkurang.” papar Linda salah satu mahasiswa biologi. Berbeda dengan pandangan mahasiswa semester awal, Dosen pengampu mata kuliah Kimia menanggapi bahwa hal itu bertujuan untuk menambah pengetahuan mahasiswa dalam pengaplikasikan konsep mata kuliah selain mata kuliah pada program studi yang di pilih.
Memanajemen waktu serta intropeksi diri yang tinggi agar mahasiwa tidak mencari korban atas laporan yang menumpuk dan menjadi jalan utama bagi seorang mahasiswa dalam mencapai kesuksesan merupakan harapan utama Budi Utami.

agus nug_hayun

BEGOG GUNDAH KARENA KEPANASAN

Panasnya terik matahari siang itu membuat Njenik bingung mencari tempat istirahat setelah usai kuliah. Akhirnya ia memilih duduk di shelter ijo kebanggaan FKIP tercinta. Sambil membawa makanan yang dibelinya dari Tania, ia duduk sambil melamunkan Begog, sang pujaan hatinya. “Begog mana yah…kuk g kesini-kesini..udah tak siapin makanan nich…”, gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba Kiko datang menghampiri.
“Assalamualaikum Sob, kaifa haluk? “, sapa Kiko yang berlagak bagai ustadz. “Waalaikumsalam..bikhoiri walkhamdulillah..eh, tumben kamu pake bahasa arab “, Njenik heran. “Hehe..biarin..by the way..what happen with you Sob? Murung, kayak ada sesuatu yang kamu pikirkan”, tanya Kiko kepada sahabatnya itu.
”Ah, sotoi kamu Kiko…kaya sepikolog aja.”
”Psikolog kalee Sob..yee keliatan banget dari muka kamu,” jelas Kiko.
”Betul...betul...betul…!!!” sahut kang Sipon yang datang tiba-tiba seperti jailangkung itu (datang tak diundang...hiiiii). ”Wah, ada makanan, kebetulan perutku sudah bluthuk-bluthuk dari tadi karena lapar…emmmm nyummy banget nich kayaknya…”, (hasrat kang Sipon yang hendak ingin makan makanan itu).
”We lha…itu makanan dari tadi juga gak kamu makan kenapa Sob?...ehm..I know…I know..pasti kamu nunggu Begog buat makan berdua ya ?...jan..setia tenan kamu Sob…”, canda Kiko.
Sab..sob,,,sab,,,sob..sob buntut apa sob ayam ? hahaha..kang Sipon tertawa terbahak-bahak hingga seluruh mahasiswa di sekitar shelter tertuju padanya. ”Hus,,,kang Sipon ada-ada aja…liat tuh semua mata tertuju padamu..Sob itu maksudnya Sobat atau Sahabat,,be-gi-tu kang !”, tegas Kiko.
Sementara itu, Njenik mulai sumringah hatinya karena melihat kekasihnya, Begog datang dari kejauhan. Langkahnya tegap, pasti, dan penuh harap (harapan untuk segera bertemu kekasihnya tentunya…). Langkah itu makin lama makin jelas dan makin dekat. Namun, keheranan muncul diantara Njenik, Kiko, dan Kang Sipon. Pasalnya, Begog berlagak seperti orang kurang kerjaan…dan dengan PD-nya berbicara sendiri sambil jalan.
“Kipas-kipas,,,angin-angin,,,kipas,,,,,angin,,,,kipas angin………”, kata Begog seperti orang jualan ajja.
“Ngapain tuh kang Begog,,,kurang kerjaan aja, malu-maluin….”, ungkap Njenik kesal. Sabar-sabar Nik…kang Sipon dan Kiko mencoba menenangkan.
Anehnya begog justru memilih duduk di shelter sebelah dan tidak bersama Njenik, Kiko, maupun Kang Sipon. Ia tidak merasa kalau Njenik sudah menunggunya satu jam yang lalu hanya untuk makan berdua..(wah..kacian kamu Nik.).
Gog…Gog…my darling..sini lah..ada makanan buat you.
“Ape la kau Njenik ? kau nak tengok gerah nian aku,,mane-mane makananye..ah, tapi tak nafsu makan aku…buat kau saja lah..”, jawab Begog sambil mengibas-ngibaskan bukunya karena kepanasan.
“Kamu kepanasan ya Gog…?..”, tanya kang Sipon menghampiri. “Iya kang dari pagi aku kuliah,,mulai jam 1-6 kuis semua. Udah gitu soalnya banyak, apalagi jawabannya,,,, pusing Kang…AC nya mati,,listrik mati lampu..oh..lengkaplah sudah penderitaanku dan teman-temanku..syumuk banget di kelas Kang...sampe ujian kipas-kipas semua…huft…”, papar Begog dengan curhatannya yang panjang lebar itu.
“Emangnya Cuma kamu aja yang ngrasain gitu Gog?,,lha aku kemarin kuliah sampe bingung cari ruang..di kelasku AC nya juga mati dan waktu itu dosenku juga gak betah berada di kelas yang panas. Akhirnya kita pakai ruangan prodi lain dech yang ada AC nya…jadi meski naik ke lantai 3, padahal ruangku di lantai 2 lho..,” tambah Kiko.
“Hem…ya…ya..ya..jangan mengeluh terus dunk…cari cara kek biar gak kepanasan…”, sahut Njenik mencoba menengahi pembicaraan itu.
Kamu punya ide apa yank ? biasanya idemu Briliant ug..tanya Begog yang mulai bisa tersenyum mendengar perkataan kekasihnya itu. “Ah, kamu bisa aja Gog..”, Njenik tersenyum malu-malu kucing.
Ah….sudah..sudah..kalian berdua itu malah romantisan melulu…ayo mikir dunk…mikir…kang Sipon mulai marah.
Bingung juga kang mau ngapain…lha wong udah ngajuin belum ditanggapi ecara pasti ug…ada hibah AC gratis gak ya kang?..Kiko memulai khayalan tingkat tingginya.
“ It”s imposible Kiko, masak ada AC gratis? Lha kuk penak men..kalau aja Q jadi miliyader,,,tak kacih deh...tapi sayang…buat keperluan kuliah aja aku masih kekurangan…Hikz..hikz…Kang Sipon bersedih.
Eh…eh..kang Sipon jangan nangis,,,jadi terharu biru aku kang…ya udah..mending kita kumpulin teman-teman buat iuran beli AC aja yuk,,,nanti kalo udah banyak baru kita beli.., kata Begog.
“Haduh kekasihku,,,,kamu kapan pibternya sich,,,dari dulu gak berubah juga..” timpal Njenik. “Iya nich,,,Begog payah…”sahut Kang Sipon.
Habis mau gimana lagi Kang, Nik…kalian punya usul apa? Gak punya usul apa-apa wek,,ngejekin aku begitu,,sungguh terlalu. Masak kita harus pake AC sendiri-sendiri gitu? Iya? Kalo gitu beli kipas angin miniatur aja yuk…nanti di masukin saku baju bagian atas, tapi bajunya harus ada sakunya kalo gak mau kepanasan. Yang pake jilbab lebih enak lagi tuh, gak keliatan kalau bawa kipas angin…Haahahhaha…
Ya semoga cepat dapat AC…

Nurea__

KONTROVERSI KEBIJAKAN FASILITAS AC



Fakultas belum memberikan fasilitas AC kepada pihak prodi manapun yang mengajukan fasilitas tersebut. Keterbatasan daya listrik dan dana menjadi masalah utama dalam hal ini. Namun, salah satu prodi di FKIP mengaku memperoleh fasilitas eksklusif.

Adanya fasilitas AC yang hanya terpasang di beberapa ruang perkuliahan di gedung FKIP menimbulkan berbagai pertanyaan di benak mahasiswa mengapa fasilitas AC tersebut tidak dipasang di semua ruang perkuliahan di semua gedung.
Aroma kental diskriminasi kebijakan pun mulai merebak dibenak para mahasiswa. Mahasiswa prodi Sejarah 2009 FKIP UNS yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, ”Ini ga adil. Bayarnya sama kok fasilitas dibedakan.” Menurutnya, fasilitas AC seharusnya diberikan ke semua ruang perkuliahan pada setiap prodi, fakultas jangan pilih-pilih prodi untuk memasang AC.
Hal senada juga di ungkapkan oleh Iful salah satu mahasiswi pendidikan bahasa Inggris 2008 FKIP UNS. Iful menuturkan bahwa adanya AC tersebut sangat mendukung untuk menunjang kegiatan akademik. Yang menjadi masalah diprodinya sendiri yaitu AC yang sudah beroperasi sering mengalami ganguan mati sehingga mengakibatkan ruangan terasa panas dan gerah. Sehingga baik dosen maupun mahasiswa tidak konsen sewaktu kegiatan perkuliahan berlangsung. ”Mendingan belajar di luar kelas mas, daripada di dalam panas banget,” ungkapnya. Iful juga menambahkan bahwa sangat setuju apabila di semua prodi diberikan fasilitas AC mengingat merasa kasihan ketika melihat prodi lain yang tidak ada AC-nya. “Yang ada AC-nya saja panas apalagi yang tidak memakai AC, kasihan,” tambahnya.
Salah satu prodi yang telah menggunakan fasilitas AC adalah prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. Ketika ditanya di sela-sela kesibukannya, Drs. Slamet Mulyono M.Pd. selaku Kaprodi Bahasa Indonesia menuturkan bahwa fasilitas AC didapatkan dari program pemerintah dan mengajukan langsung ke fakultas. Beliau juga menjelaskan lebih lanjut bahwa proyek Program Hibah Kompetisi (PHK) itu dilaksanakan lewat kompetisi, sedangkan untuk pengajuan langsung ke fakultas, Program studi Bastind mendapat sambutan baik oleh fakultas. Pihak fakultas saat itu meresponnya dengan sangat baik alhasil prodi bahasa Indonesia mendapatkan fasilitas AC tersebut dalam bentuk barang langsung dari fakultas. “Beberapa saat setelah kami mengajukan fasilitas AC ke DIKTI kami juga mengajukan program mengenai pengadaan fasilitas AC ke fakultas. Alhamdulillah pengajuan kami ditanggapi…,” paparnya.
Lain halnya dengan prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, di prodi pendidikan Ekonomi belum mendapatkan tanggapan mengenai pengajuan AC tersebut. Drs. Sutaryadi. M.Pd. selaku Kaprodi Ekonomi mengatakan bahwa sebenarnya prodi Ekonomi telah mengajukan fasilitas AC, tetapi sampai saat ini belum ada tanggapan yang pasti mengenai kapan fasilitas AC tersebut terealisasikan. ”Kami sudah berulang kali mengajukan, tapi entah kapan realisasinya,” ungkapnya. Beliau sudah tidak berharap banyak untuk mendapatkan fasilitas AC itu dari Fakultas karena belum ada tanggapan yang pasti dari fakultas mengenai pengajuan AC. “Ya kalau prodi punya uang kami akan membeli sendiri,” tambahnya.
Menanggapi beberapa keluhan dari berbagai pihak mengenai pengajuan fasilitas AC, Drs. Sugiyanto, M.Si., M.Si. selaku Pembantu Dekan II FKIP UNS, menyatakan bahwa pihak fakultas tidak menanggapi adanya beberapa permohonan dari prodi untuk mengajukan fasilitas AC. Sikap tersebut terpaksa dilakukan mengingat terbatasnya anggaran dana dan daya listrik di sejumlah gedung di FKIP belum mencukupi untuk dipasangi AC. ”Kalau dipasangi AC, daya listriknya tidak cukup gimana? Njeglek!!” jelasnya.
Menurut Sugiyanto, pihak fakultas sendiri sudah beberapa kali mengajukan untuk penambahan daya listrik ke PLN. Tahun kemarin dan tahun ini pihak fakultas sudah menghubungi pihak terkait untuk menambah daya listrik, tetapi untuk saat ini memang belum terlaksanakan. ”Tidak mudah untuk menambahkan daya listrik, tidak semudah membeli krupuk,” tandasnya.
Mengenai pengakuan pihak prodi Bahasa Indonesia bahwa fasilitas AC yang pernah diajukan ke fakultas mendapat tanggapan yang baik, PD II tetap berkelit bahwa tidak pernah memberikan fasilitas AC kepada pihak prodi manapun yang mengajukan. ”Selama saya di sini saya tidak pernah memberikan fasilitas AC kepada pihak prodi yang mengajukan fasilitas AC tersebut,” ungkapnya.
Mengenai seberapa besar pengaruh adanya fasilitas AC terhadap kegiatan akademik mahasiswa, beliau mengatakan tidak mengetahui adakah hubungannya AC dengan prestasi, pasalnya dulu juga tidak memakai AC ketika kuliah. “Saya dari desa tidak seperti Anda dari kota,” tuturnya. Namun, untuk ke depannya, jika penambahan daya listrik sudah terealisasikan dan terpenuhi beliau tetap belum menjamin akan memberikan fasilitas AC tersebut. ”Jadi, karena ada program hemat energi dari pemerintah dan tentang masalah dana, kami belum berani menjamin pemberian fasilitas AC ke depan,” pungkasnya.

Qodri

KEEFEKTIFAN PENULISAN LAPORAN PRAKTIKUM DIPERTANYAKAN

“Laporan”. Suatu hal yang tidak asing lagi ditelinga kita terutama mahasiswa Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (P.MIPA). Hari-hari anak P.MIPA selalu diwarnai dengan penulisan laporan yang intensitasnya bisa mencapai empat kali dalam seminggu. Yang menjadi pertanyaan sekarang, yaitu efektifkah penulisan laporan tersebut? Laporan yang sering menjadi makanan anak P.MIPA. Sering terdengar cerita mahasiswa P.MIPA yang mengabaikan mata kuliah utamanya hanya karena penulisan laporan praktikum. Bahkan untuk menghadapi kuis pada esok harinya mereka rela tidak belajar demi menyelesaikan penulisan laporannya mengingat apabila pengumpulan laporan terlambat akan terdapat pengurangan nilai. Sampai seperti itukah tingkah polah anak P.MIPA demi menyelesaikan laporan? Bukankah penulisan laporan praktikum lebih banyak mencontek hasil laporan dari semester atasnya dengan sedikit perubahan pada angka-angkanya?
Penulisan laporan memang sangat bermanfaat bagi mahasiswa P.MIPA terutama untuk memantapkan pengetahuan yang mereka miliki. Namun, apabila hanya karena penulisan laporan mengakibatkan mata kuliah utama dikesampingkan, apakah hal tersebut juga dapat dikatakan efektif? Setelah terjun ke lapangan, nantinya mahasiswa P.MIPA tidak hanya akan berkutat pada permasalahan praktikum, tetapi mereka juga akan menyampaikan tentang teori-teori tententu yang mana hal tersebut lebih banyak didapatkan dalam mata kuliah utama. Mungkin alangkah baiknya ketika praktikum dan mata kuliah utama dapat berjalan secara beringinan tanpa mengabaikan salah satu dari kegiatan tersebut. Hal tersebut akan semakin menguatkan pengetahuan dan wawasan yang dimiliki oleh semua mahasiswa P.MIPA.

BUNGKAM

Iful (Mahasiswa P.Bahasa Inggris’08): ”Mendingan belajar di luar kelas mas, daripada di dalam panas banget.”
Bungkam: “Untung mahasiswa sadar dan mau belajar di luar kelas. Apa jadinya kalau di luar kelas hanya main-main yang tidak jelas…”

Drs. Sutaryadi. M.Pd (Kaprodi P. Ekonomi): ”Kami sudah berulang kali mengajukan, tapi entah kapan realisasinya.”
Bungkam: “Kapan ya??? Kapan-kapan aja… Semoga tidak bosan dalam pengajuan.”

Drs. Sugiyanto, M.Si., M.Si. (Pembantu Dekan II): ”Selama saya di sini saya tidak pernah memberikan fasilitas AC kepada pihak prodi yang mengajukan fasilitas AC tersebut.”
Bungkam: “Terus, yang menanggapi dari prodi bahasa Indonesia siapa ya?”

Rifa (Mahasiswa P.Fisika): “Empat kali pun praktikum yang kami lakukan tidak akan menjadi beban jika tidak disusul dengan laporan.”
Bungkam: “Ya sudah, maunya bagaimana? Yang enak atau yang tidak enak? Yang pandai atau yang bodoh?”

Yulian (Asdos prodi Fisika): “Jika ada yang berkata seperti itu, ia merupakan orang yang tidak pengalaman seperti semester 1 dan 2.”
Bungkam: “Belum tentu yang semester 4, 5, 6 dst. lebih berpengalaman daripada yang semester 1 dan 2 lho…. Besarnya angka semester tidak menjamin pengalaman seseorang.”

Senin, 19 April 2010

BERAKHIRNYA NASIB SI KONTROVERSI (BHP)


Sorak gempita sebagian besar masyarakat pendidikan di Indonesia menyambut ditolaknya UU No. 9 tahun 2009 mengenai badan hukum pendidikan. Yang selama kiprahnya dari Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) hingga disahkannya oleh DPR menjadi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan(UU BHP) pada tanggal 17 Desember 2008 banyak menimbulkan kontroversi dan berbagai penolakan dari berbagai pihak, terlebih masyarakat intelektual kita yang mengatasnamakan sebagai masyarakat pemerjuang golongan rakyat jelata yang secara asasi berhak untuk mendapatkan sebuah pendidikan yang layak merasa terenggut haknya ketika BHP diberlakukan. Maret 2010 tepatnya tanggal 31 kemarin mungkin akan menjadi sebuah hari bersejarah bagi perjuangan para mahasiswa yang mewakili aspirasi kelasnya dalam usaha untuk menolak diberlakukannya pendidikan Indonesia yang berbadan hukum. Sejak tahun 2004 ketika gagasan BHP ini diwacanakan sebagai Rancangan Undang-undang (RUU) secara tegas dan terang-terangan menentangnya. “Jangan komersialisasikan pendidikan di Indonesia,” itu merupakan teriakan yang tak pernah berhenti dari harapan mereka. BHP menjadi sebuah kontroversi ketika pemberlakuannya hanya untuk perguruan tinggi saja dan itupun yang negeri meliputi semuanya bahkan untuk sekolah tingkat menengah hingga dasar karena dijelaskan didalamnya jika itu untuk satuan pendidikan yang berarti adalah semuanya. Apa itu mungkin, melihat kondisi tiap sekolah yang ada di Indonesia secara fakta tidak dapat digeneralisasikan untuk kategori maju.

Bukan tanpa alasan yang jelas Mahkamah Konstitusi (MK) menolak undang-undang tersebut karena memang benar adanya jika dikaji secara lebih mendalam bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 yang nyata sebagai dasar hukum di Indonesia. Kalau kita menilai pengesahan RUU BHP menjadi UU merupakan upaya komersialisasi pendidikan meski penjaminan terhadap masyarakat miskin untuk menikmati pendidikan ada dalam pasal-pasalnya, namun otonomi yang diberikan terhadap pihak institusi akan membuat mereka berhak menentukan kebijakannya sendiri yang nantinya biaya pendidikan tidak luput untuk mereka tentukan. Tidak dapat dipungkiri, akibatnya pendidikan akan semakin mahal dan membebani masyarakat terutama dari kalangan tidak mampu. Pendidikan seakan-akan hanya dipersilakan bagi mereka yang mampu untuk menyekolahkan anaknya. Mereka yang mampu membayar mahal fasilitas pendidikan dianggap akan menjadi barometer kemajuan pendidikan Indonesia yang berkelas. Terlintas dalam pikiran bagaimana nasib saudara kita yang tidak mampu menjangkau biaya pendidikan yang berbadan hukum. Haruskah harapan besar mereka untuk mengenyam “ilmu” dari institusi pendidikan (sekolah) hanya sebuah mimpi belaka? Itukah yang dinamakan kemajuan pendidikan? Mungkin tepat jika itu hanya untuk sebagian masyarakat tertentu yang mampu. Pemerintah seharusnya konsisten dengan apa yang dijanjikannya dalam mewujudkan pendidikan yang murah. Artinya dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan semakin tampak di permukaan. Namun, hingga saat ini itu hanya menjadi program yang jauh dari realisasi.
Kini BHP yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Indonesia yang ingin duduk dibangku belajar telah berakhir dengan putusan MK. Sejenak kita boleh merasa lega, namun bukan berarti ke depan akan jauh lebih baik. Menjadi PR bagi Mendiknas untuk membuat kebijakan pendidikan baru yang koheren dengan situasi bangsa kita. Menjadi sebuah kekecewaan pula bagi institusi yang telah mempersiapkan diri ketika UU BHP diberlakukan karena ternyata tidak. Tapi, berdasarkan pengakuannya baik dari Mendiknas sendiri maupun kepala institusi sepertinya sudah legowo. Kemendiknas, kata M.Nuh, tidak akan melakukan penolakan atau penentangan keputusan MK karena Kemendiknas merupakan instansi pemerintah yang taat pada hukum. Selain itu juga Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmaloka menyatakan meski pihaknya sudah menyiapkan perangkat dan anggaran dasar UU BHP, ITB tetap akan mengikuti keputusan pemerintah. Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi sudah sepantasnya dapat menerima keputusan itu, toh keputusan itu sesuai dengan jeritan rakyat Indonesia yang rindu akan keadilan. Setelah penolakan ini, kami berharap Mendiknas mampu mendesain sistem pendidikan yang tepat dan sesuai undang-undang. Yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana pendidikan itu mampu untuk digapai oleh berjuta mimpi anak-anak bangsa jika mereka mampu untuk bersekolah, paham akan ilmu pengetahuan, kemajuan akan berjalan dengan sendirinya dan nyata itu bukanlah mimpi lagi.
Terjadi sebuah benturan antara pendidikan murah dengan pendidikan maju karena untuk pendidikan yang maju dan berkualitas dibutuhkan biaya yang mahal. Tapi yang menjadi pertanyaan, haruskah biaya yang mahal itu dibebankan pada rakyat? Harusnya pemerintahlah yang berupaya untuk mengatasi itu semua karena mahal tidak selalu lebih baik! Perlu menjadi sebuah kajian mengenai apa yang diharapkan bangsa kita saat ini terkait dengan pendidikan. Bahwa hanya ada satu harapan “KITA INGIN BERSEKOLAH”.

Wahyu Djoko Sulistyo
Pimpinan Umum LPM Motivasi

BAPEMA ADAKAN TRAINING PENULISAN I




(AK47, UNS) Sabtu (3/4), Badan Pers Mahasiswa (Bapemma) Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret (FE UNS) mengadakan training penulisan I yang bertemakan “Menulis itu Mengasyikan”. Acara seharusnya dilaksanakan pukul 09.00 WIB, tetapi pada pelaksanaannya terjadi kemoloran selama satu jam. Diduga telatnya kehadiran peserta menjadi penyebab utama kemoloran sehingga acara baru dapat dilaksanakan pukul 10.00 WIB. Peserta pelatihan, yaitu perwakilan dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang ada di UNS.
Pelatihan dibuka dengan sambutan dari ketua panitia yang dilanjutkan oleh pimpinan umum (PU) Bapemma. Training ini menghadirkan pembicara dari Solopos, yaitu Alfari. Kegiatan terlihat berjalan lancar. Hal ini dapat disaksikan ketika pembicara selesai memberikan materi dan peserta sangat antusias untuk mengajukan pertanyaan.
Usai sesi diskusi, pelatihan penulisan diselingi dengan hiburan, yaitu musik akustik mahasiswa. Sesi terakhir diisi dengan lomba penulisan berita yang selanjutnya pengumuman pemenang. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa secara umum dan mahasiswa yang bergerak di lembaga pers secara khusus. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah satu peserta training jurnalistik. “Kegiatan ini memberikan pengetahuan dan pengalaman baru,” paparnya ketika ditanya disela-sela pelatihan.

Jatmiko__

TRAINING BEM FSSR DAN SIM HADIRKAN MAWAPRES NASIONAL

(AK47, UNS) Sabtu (27/3) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa (BEM FSSR) dan Studi Ilmiah Mahasiswa (SIM) mengadakan training bertempat di auditorium. Training diisi oleh Danang A.P., salah seorang mawapres nasional 2007 yang memiliki segudang prestasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Hadir pula teater sastra (TESA) yang turut memeriahkan training yang digelar BEM FSSR, dan SIM. Acara dimulai dengan perkenalan mawapres dari setiap fakultas. Dalam kesempatan itu Danang menyampaikan pesan bahwa jangan ragu-ragu untuk bermimpi. “Bermimpilah, maka ALLah akan menjawab mimpi-mimpimu,” ungkapnya. Training ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Universitas Negeri Soedirman (UNSOED).
Alqaan_

FORUM BERSAMA KBM FKIP

(AK47, FKIP UNS) Jumat (26/3), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (BEM FKIP UNS) mengundang seluruh organisasi kemahasiswaan (ORMAWA) di lingkungan FKIP UNS dalam forum bersama (Forbes) yang bertempatkan di aula gedung C pukul 13.00 WIB. Forum ini pada awalnya digagas dari diskusi antara BEM dan DEMA menyangkut permasalahan koordinasi antarormawa dan sebagai salah satu upaya dalam menegaskan fungsi KBM. Dari forbes ini didapatkan banyak permasalahan dalam internal ormawa yang hadir. Maka dari itu forum sepakat untuk mengadakan forbes lanjutan tanggal 9 April 2010 di aula KBM.
Alqaan_

TRAINING JURNALISTIK HMP GRAFITASI

(AK47, FKIP UNS) Jumat (26/03), HMP GRAFITASI adakan kegiatan yang dilakukan oleh bidang 3 (BEKAM). Kegiatan ini merupakan lanjutan raker untuk training jurnalistik dengan tema “Menulis adalah Menulis”. Acara dimulai pada pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.30 WIB bertempat di FKIP gedung D ruang 5408. Dengan mendatangkan pembicara, yaitu Kun Prastowo (jurnalis bagian grafis harian lokal) dan Rahmad Susanto (mantan wartawan Antara), Panitia berharap training jurnalistik dapat memberi manfaat yang lebih untuk mahasiswa dalam mengembangkan potensi dalam dunia tulis menulis. “Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa FKIP pada umumnya dan mahasiswa P. MIPA pada khususnya dalam dunia tulis menulis,” ungkap ketua panitia, Fitria Wahyu Pinilih. Dalam kegiatan ini, Mahasiswa yang ikut berpartisipasi sebanyak 46 orang.
RadhiT

UPGRADING BEM FKIP UNS

(AK47, FKIP UNS) Sabtu (27/3), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (BEM FKIP UNS) mengadakan upgrading yang digelar untuk seluruh pengurus BEM kabinet yang dipimpin oleh Wachid Yahya selaku Presiden BEM FKIP UNS. Acara dimulai dengan pengarahan oleh Pembantu Dekan (PD) III di depan gedung A. Selanjutnya seluruh peserta berangkat ke Tawangmangu dengan menggunakan bus fakultas. Acara diikuti oleh seluruh pengurus BEM FKIP dan LSP sekitar 60 orang. Sebelumnya dari masing-masing departemen telah mengadakan upgrading masing-masing departemen. “Acara ini diharapkan dapat menjalin kekeluargaan antar pengurus sehingga aksi BEM selanjutnya dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa” harap salah satu peserta.
Alqaan

KAJIAN KEMAHASISWAAN DI GEDUNG UNGU




(AK47, FKIP UNS), Minggu (4/4), Dosen beserta karyawan FKIP UNS mengadakan kajian kemahasiswaan di Gedung F FKIP UNS. Acara dimulai pukul 20.00 WIB, dibuka dengan tilawah oleh Budianto, mahasiswa Pendidikan Teknik Bangunan (PTB 2009). Kajian dilanjutkan dengan sambutan yang disampaikan oleh dr. rer. nat Sajidan, Msi., Pembantu Dekan I FKIP UNS. dr. rer. nat Sajidan, Msi. berharap acara tersebut berjalan dengan lancar dan dapat meningkatkan pengetahuan tentang Islam bagi para peserta kajian, khususnya pada mahasiswa. Pengajian dihadiri kurang lebih seratus orang yang terdiri dari mahasiswa dan dosen.
Tema yang diusung adalah Sumber Daya Manusia dan Spiritualitas Sebagai Tenaga yang Utama. Dalam penyampaiannya, Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan FKIP lebih menekankan pada pentingnya spiritualitas taqwa untuk membuat hati kita lebih tentram sehingga dapat melakukan semua aktivitas dengan lebih bersemangat. “Bila seorang telah bertaqwa maka dalam jiwanya akan tertanam suatu sikap yang positif yang akhirnya akan terimplementasi dalam sikap kesehariannya,” paparnya.
arif_hany

“…agar setiap prodi untuk lebih menegakkan tata tertib dalam berpakaian dan dalam berpenampilan…”




Ditemui disela-sela kesibukanya sebagai seorang dosen sekaligus menjabat sebagai Ketua Program Studi Fisika, Dra Rini Budiharti, M.Pd menanggapi masalah palaksanaan tata tertib penggunaan seragam di FKIP.

Benarkah Prodi Fisika telah menerapkan aturan tata tertib mengenai cara berpakaian dan berpenampilan?
Benar sekali peraturan itu sudah kami terapkan.
Sejak kapan peraturan tata tertib itu berlaku?
Sejak peraturan tersebut ditempelkan pada papan pengumuman, kira-kira dua minggu yang lalu.
Dasar pembuatannya dari mana?
Menindaklanjuti himbauan dari PD I saat rapat di dekanat agar setiap prodi untuk lebih menegakkan tata tertib dalam berpakaian dan dalam berpenampilan. Pasalnya sekarang ini pencitraan mahasiswa sebagai calon seorang guru dalam berpakaian dan berpenampilan sangatlah tidak mencerminkan sebagai seorang calon pengajar, ditambah masukan-masukan dari sejumlah dosen dan beberapa mahasiswa khususnya anak HMP yang sering kali melihat cara berpakaian mahasiswa yang tidak mencerminkan seorang calon guru.
Tujuannya untuk apa?
Basic kita kan akan menjadi seorang guru atau pendidik jadi harus memberi contoh yang baik dan benar. Kalau dalam berpakaian dan berpenampilan saja belum mencerminkan seorang pendidik, bagaimana nanti menjadi seorang pendidik yang asli?
Apakah sudah berjalan dengan baik?
Baru berjalan dua minggu jadi belum terlalu kelihatan perkembangannya, kita lihat saja nanti.
Sanksi apa yang diberikan bagi mahasiswa yang melanggar?
Untuk sementara ini sanksi hanya berupa teguran langsung dari dosen. Kemarin saya juga menemukan salah satu mahasiswa saya yang saya anggap melanggar tata tertib. Saya panggil mahasiswa itu kemudian saya tegur. Keesokan harinya mahasiswa tersebut sudah laporan ke saya dan dia sudah memperbaiki kesalahannya.
Tentang model celana yang dikenakan itu bagaimana?
Yang penting rapi dan sopan, boleh memakai celana asalkan tidak berlebihan, misalkan, terlalu ketat dan canggung itu tidak boleh, kalaupun memakai celana jeans juga boleh asalkan yang rapi dan sopan juga.
Adakah kendala selama ini mengenai penegakan tata tertib?
Selama peraturan tersebut ditempelkan, saya belum pernah menemukan dan mendapatkan laporan dari berbagai pihak mengenai adanya sejumlah kesulitan dalam penegakan tata tertib. Jadi, saya kira kendala itu belum muncul dan belum ada.
Harapan ibu kedepan ?
Harapan saya kedepan karena peraturan itu hanya berlaku untuk prodi saya dan bukan untuk prodi yang lain maka saya berharap kepada mahasiswa saya agar benar-benar bisa menjadi seorang calon guru yang bisa memberi contoh yang baik dan benar.
Qodri_Farra

BEGOG DILEMA KARENA SURAT PERINGATAN

Siang ini Begog mencoba rasa baru, makan di kantin Gedung D FKIP. UNS tentunya hahaha… Sebelum menuju kantin, Begog mencoba jalan-jalan mengitari ruang-ruang kelas di gedung D mumpung masih menjadi mahasiswa FKIP pikirnya. Begog terpesona melihat mbak-mbak di gedung D yang cantik-cantik dan alim-alim. Terlihat dari pakaiannya yang sopan-sopan. Nah ini, baru namanya calon guru yang bersiap dari awal.
Akhirnya Begog sampai juga di kantin gedung D dan langsung pesan es teh dua. Haus oi. Dua apa tiga ya.? Dan shoooyotooo maknyus. Lagi enak-enaknya makan, Begog dikagetin sang pujaan hati. Siapa lagi kalo bukan NNNNNjenik!!!!!.
“Ngapain kau makan disini Gog.. Tumben-tumbenan, mau nyari incaran yaw…,” cerca Njenik kepada Begog yang tidak berdosa. Like praduga tak bersalah dipengadilan.
“Tuduhanmu mengoyak hatiku oh pujaanku. Hatiku tergores dah. Aku kesini cuma jalan-jalan aja. Mumpung masih jadi mahasiswa ingin liat berbagai sudut FKIP,” Begog mulai membela diri.
“O wow ow … I’m sorry goodbye kalau begitu …,” rayu Njenik.
“Jangan Nik… Nanti aku sama siapa kalau kau tinggalkan ????”
“Yawudah… ayem sorry ku takkan love u lagiiii… (ST12: mode on).”
“Gapapa dah yang penting masih di sisiku slalu.”
“Hah… kog malah jadi ngomongin lagu tho Gog. Aku tu mau curhat tau ga??? Masak sekarang ada surat peringatan yang isinya:
1. Harus pakai hitam putih tiap hari Senin Selasa. It’s ok ya udah berlaku dari dulu, tapi kalau ditambah
2. Ga boleh pakai celana dan kaos ketat. wow..wow…wow.
Aku jadi giila… kuliah og ga boleh ini itu… Emang SMA apa???” gerutu Njenik panjang kali lebar.
“Kamu ini lho Nik..diajak jadi baek kok malah gerutu wae. Mbok sadar, calon guru lho kamu thu…!!!” sambung Kang Sipon yang tiba-tiba njedul.
“Kan baru calon kang!!! Ntar kalau jadi guru lha iya mesti pake seragam…Wong baru calon kog... mbok biasa wae. Biarkan kita mengekpresikan apa yang ada di hati,” Njenik yang ga mau kalah.
“Padahal kamu kliatan cantik kalo rapi lho mbak Njenik… Kelihatan smart githu loh…” Sambung Kiko yang tiba-tiba dateng juga dah.
“We…Kiko merayu Njenik … diamrahi begog lho nanti kamu… Eh tumben Begog diam aja kamu…,” ujar Kang Sipon.
“Ya Allah…!!!!” Teriak semuanya bebarengan.
“Bisa-bisane Gog,. kamu tidur dikantin…,” Kang Sipon sambil geleng-geleng yang diikuti yang lain juga..
“Maafkan..maafkan,…. Lha gar-gara Njenik ceramah tadi aku jadi tertidur. suara Njenik memang merdu ya….hohoho,” jawab Begog sambil malu-malu.
“Apanya???? Yang mana???? Sebelah mananya??????? Mbak Njenik lagi marah bukan ceramah. Lagian ga ada merdu-merdunya mas…, “ Kiko jadi gemes.
“Oalah….. kamu marah Nik??? Kenapa tak kiro ceramah….”
Njenik jadi tambah marah. Gara-gara ga didengerin curhatnya.
“Njenik marah gara-gara surat peringatan itu lho Gog. Yang tidak membolehkan mahasiswa menggunakan celana dan kaos ketat yang berlaku di Fisika.. Ke mana aja tho kamu,” Kang Sipon bener-bener pusing karena Begog.
“Tidur mas hohoho... Bukane malah baik tho. Jadi kayak calon guru beneran. Terlihat tambah cantik-cantik dan sopan-sopan kok, jadi ga kayak sekarang, “mahasiswi berpakaian ketat dan panas” jadi beneran bisa “Berkarakter kuat dan cerdas” FKIP banget nih…” Begog mulai so toinya…
“Kamu ini mending tidur aja Gog…!!!! Bangun juga ga bantuin malah nambah-nambahin!!!” Njenik semakin marah karena di kroyok sana-sini.
“Ampyunnnnn Nik.. lha ya gimana emang begini adanya .. Lha kamu ga suka tho dengan SP itu.. Aduduh…. Jangan tinggalin aku hanya gara-gara SP itu Njenik…Aduh gimana ya. Sebenere aku suka SP itu, tapi Njenik kog jadi marah ma ku…”
“Sepertinya mas Begog masih tidur nih,” Sambung Kiko.
Ki2s_
Dra.Kus Sri Martini.M.Si (Kepala Jurusan P.MIPA): .”penggunaan dan pemakaian rok bagi mahasiswi dan dosen perempuan, Oow..yow wegah no aku, kesrimpet malahan, munggah mudun gedung og.”
Bungkam: “Wah… wah… kalau dosennya saja tidak mau menjadi model atau contoh, lalu mahasiswa akan mencontoh siapa yaa?”
Dra. Rini Budiharti M.Pd: .”Saya berharap agar mahasiswa-mahasiswi saya menjadi calon guru yang baik serta berkarakter cerdas dan kuat.”
Bungkam: “Wah… harapannya bagus itu, semoga terwujud dech. Jangan sampai mahasiswanya berkarakter ketat dan panas.
Laila (Mahasiswi pendidikan Ekonomi Akuntansi ’08): .”Saya sangat setuju adanya tata-tertib ini, kita kan calon pendidik, otomatis pakaiannya harus rapi, dan sopan. Pendidik itu sebagai teladan bagi muridnya. Harusnya kita mendukung, bukan menolak tata tertib ini. Kalau fakultas lain kan tidak dijadikan seorang pendidik, jadi ya tidak masalah, kalau kita kan calon pendiduk. Jadi, saya sangat setuju.”
Bungkam: “Jangan hanya setuju saja, tetapi tata tertib tersebut harus benar-benar dilaksanakan dan dipraktikkan donk!!!.”
Eko (Mahasiswa pendidikan Sosiologi Antropologi): “Selain jadwalnya yang kadang bentrok antara prodi satu dengan yang lain, para pembimbing PPL pun enggan untuk melakukan microteaching dilaboratorium, bahkan lebih sering membawa kami keruang kuliah untuk melakukan praktik microteaching.”
Bungkam: “Yang bentrok cukup jadwalnya saja ya, jangan sampai mahasiswanya ikut bentrok kayak di UNHAS. Masih untung microteachingnya dibawa ke ruang kuliah. Bagaimana coba kalau di bawa ke lapangan?”
Linda (mahasiswa Biologi): “Kami memang sering menggunakan laboratorium microteaching tanpa harus merasa takut jika terjadi bentrok jadwal antara prodi lain karena kami memiliki laboratorium sendiri untuk praktik microteaching.”
Bungkan: “Lho…kok bisa mendapat fasilitas sendiri ya? Yang lain pada bentrok lho…
Widia (Mahasiswa Pendidikan Ekonomi ’09): “... ketika saya sedang hotspotan kadang-kadang di satu tempat ada sinyal, kalau berpindah tempat sinyal hilang dan agak lemot....”
Bungkam: “Untung yang lemot hanya hotspotnya saja. Jangan sampai mahasiswanya ikut-ikutan lemot. Kan bisa bahaya….”

LEK KARTO

GARA-GARA MATI LAMPU

Gedung C FKIP kini telah banyak berubah dan makin sedap dipandang mata dengan tampilan barunya itu. Gedung C FKIP merupakan kebanggaan mahasiswa P.IPS. Renovasi di beberapa bagian telah selesai dilaksanakan. Bahkan sekarang sudah ada petugas kebersihan, yang dengan sabar membersihkan setiap sisi gedung C setiap hari, meskipun masih ada saja beberapa mahasiswa yang kurang memiliki kesadaran akan kebersihan. Bukankah bersih itu pangkal sehat ? Namun ada satu masalah yang belum terselesaikan, yaitu LISTRIK. Inilah masalah yang selama ini sering dikeluhkan mahasiswa.
Saat perkuliahan lisrtrik gedung C sering padam, akibatnya aktivitas perkuliahan terganggu. Misalnya saja beberapa masalah yang sering dijumpai akibat matinya listrik : ruangan jadi gelap karena diluar mendung sedang lampu mati, presentasi terhenti karena LCD tak jalan, mahasiswa jatuh sakit karena kegerahan dan pengapnya ruang, tidak bisa ke toilet karena air macet, perkuliahan terhenti, dosen jadi tidak konsentrasi, mahasiswa juga tidak konsentrasi karena kegerahan mereka kipas-kipas dengan buku dan tidak memperhatikan kuliah, bahkan ada fenomena baru yaitu banyaknya mahasiswi berpakaian minim dengan alasan “ gerah pak dosen”, dan masih banyak keluhan dan masalah yang timbul gara-gara mati listrik.
Apakah sekarang ini dengan pembangunan yang dilakukan digedung C dan dibukanya FICOS internet dilantai satu gedung C sudah diimbangi dengan penambahan daya listrik atau belum. Hal ini perlu segera mendapat tindak lanjut, karena jika di biarkan akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap aktivitas akademik di gedung C FKIP. Sebaiknya setiap gedung di UNS ini memiliki semacam genset tersendiri supaya tidak terjadi hal-hal tersebut diatas. Terimakasih.
Luna cs sej ‘o7

HOTSPOT DAN LISTRIK FKIP KACAU

Era globalisasi merupakan zaman yang mana internet tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, terutama mahasiswa. Internet begitu erat dengan kehidupan mahasiswa, terutama untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Namun, bagaimana apabila fasilitas internet kampus yang sering disebut hotspot lola (loading lambat)? Tidak hanya fasilitas hotspot yang lola, keadaan ini diperparah dengan keberadaan listrik di shelter-shelter yang tidak dapat digunakan yang mungkin listrik-listrik tersebut terputus atau memang sengaja diputus? Seakan pemanfaatan shelter tidak maksimal ketika kedua fasilitas tersebut tidak dapat berjalan beriringan. Shelter yang ada hanya dijadikan mahasiswa sebagai tempat nongkrong. Shelter terlihat sedikit bermanfaat ketika Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mengadakan rapat ataupun diskusi.
Terlihat ironis sekali ketika shelter-shelter sudah dibangun, tetapi fasilitas pendukung tidak dapat difungsikan. Inilah keluhan yang marak akhir-akhir ini di fakultas tercinta kita. Sering muncul lontaran dari mahasiswa terhadap fasilitas kampus yang tak dapat digunakan ketika hendak mengerjakan tugas, terutama hotspot dan listrik di shelter. Tak sepi mahasiswa yang merengek akibat internet yang tak dapat digunakan untuk mengunduh materi ataupun referensi dari internet. Memang ketika mengunduh tahap awal internet berfungsi meskipun lambat, tetapi ketika mencapai tahap pertengahan, mahasiswa akan menemukan kegagalan dalam proses itu. Lalu kemana dana yang mahasiswa rogohkan dari kocek untuk SPP yang konon katanya berapa rupiahnya adalah untuk fasilitas internet? Mahasiswa tidak dapat menggunakan secara maksimal akan fasilitas tersebut. Mengapa semua ini dapat terjadi? Ada apa dibalik lambatnya hotspot dan matinya listrik shelter?

FKIP GAGAS LARANG PENGGUNAAN CELANA BAGI WANITA

Peraturan mengenai penggunaan seragam pada hari Senin Selasa telah berjalan 2 tahun. Namun, praktek dilapangan masih kurang sempurna. Wacana baru kini kembali dihadirkan oleh Fakultas yaitu penggunaan rok bagi mahasiswi dan dosen perempuan.

Tampak sejumlah mahasiswi berjalan lalu lalang melewati tanah bumi FKIP, tak sedikit dari mereka yang masih menggunakan pakaian yang ketat dan kurang sedap untuk dipandang sebagai calon seorang pendidik. Padahal didalam aturan tata tertib cara berpakaian dan berpenampilan yang sudah berlaku melarang keras adanya penggunaan pakaian yang kurang pantas. ”Aturan mengenai tata tertib berpakaian dan berpenampilan tersebut sudah di keluarkan dan disahkan pada tahun 2008 berdasarkan surat edaran Dekan,” ucap Prof. Dr. rer.nat. Sajidan, M.Si selaku PD I saat dimintai keterangan mengenai tata tertib dalam berpakaian dan berpenampilan.
Sempat terdengar kabar bahwa jurusan Pendidikan MIPA akan mencanangkan sejumlah peraturan mengenai tata cara berpakaian dan berpenampilan. Salah satu peraturannya adalah penggunaan rok untuk menggantikan pemakaian celana yang selama ini dianggap terlalu ketat dan tidak sopan untuk para mahasiswi yang notabene adalah calon seorang pendidik. Mengenai penggunaannya tidak hanya berlaku untuk mahasiswi tetapi juga untuk para dosen perempuan. Menurut pendapat salah satu mahasiswi Pendidikan Fisika 2009 FKIP UNS yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa tidak menyetujui dengan adanya penggunaan rok sebagai pengganti dari celana panjang. ”Boleh saja memakai celana panjang yang penting kan tidak ketat, sopan, dan rapi,” ujarnya. Senada dengan mahasiswi P Fisika, Laela mahasiswi pendidikan Ekonomi Akuntansi 2008 FKIP UNS setuju dengan wacana itu. ”Saya sangat setuju adanya tata tertib ini, kita kan calon pendidik, otomatis pakaiannya harus rapi dan sopan. Pendidik itu sebagai teladan bagi muridnya, harusnya kita mendukung bukan menolak tata tertib ini,” paparnya.
Ketika kabar tersebut dikonfimasikan dan ditanyakan kebenarannya kepada Dra. Kus Sri Martini, M.Si. selaku Ketua Jurusan P MIPA mengatakan bahwa kabar itu memang benar adanya, tetapi tidak hanya berlaku untuk P MIPA melainkan untuk semua jurusan yang ada di FKIP. Kabar itu muncul pada rapat di dekanat. Saat itu PD I meminta kepada semuanya yang hadir agar lebih menegakkan peraturan tentang tata tertib cara berpakaian dan berpenampilan bagi para mahasiswa, mengingat adanya banyak pelanggaran yang dilakukan oleh para mahasiswa. Mengenai penggunaan dan pemakaian rok bagi mahasiswi dan dosen perempuan, Kajur P MIPA sendiri tidak menyetujui tentang adanya peraturan tersebut. Dengan logat bahasa Jawanya mengatakan, ”Oow..yow wegah now aku, kesrimpet malahan, munggah mudun gedung og. ” Hal tersebut mengingat selama proses belajar mengajar mahasiswa dan para dosen harus naik turun gedung. ”Selama para mahasiswi masih mau mengenakan celana panjang boleh saja, asalkan masih sopan, rapi, dan tidak terlalu ketat. Kalaupun mereka mempunyai keinginan pribadi untuk memakai rok pun juga tidak masalah,” tambahnya.
Kabar tentang penggunaan rok yang rencananya diarahkan kepada para mahasiswi dan para dosen wanita, untuk sementara ini masih bersifat wacana saja. ”Belum ada SK resminya,” tukasnya. Ketidaktegasan peraturan itu dibenarkan oleh PD I bahwa berita mengenai penggunaan rok bagi mahasiswi dan dosen wanita masih belum resmi. ”itu baru wacana,” ungkapnya.
Mengenai tata cara berpakaian dan berpenampilan di P MIPA menurut Kus Sri Martini, prodi yang pertama kali merespon hal tersebut adalah prodi Fisika. Mengingat banyak mahasiswi fisika yang melanggar tata tertib yang telah tertera. Ketika hal tersebut ditanyakan langsung kepada Dra. Rini Budiharti, M.Pd. selaku Ketua Prodi Fisika membenarkan adanya tata tertib tentang tata cara berpakaian dan berpenampilan yang berlaku di prodi Fisika. Peraturan tersebut adalah untuk menindaklanjuti himbauan PD I saat rapat di dekanat untuk lebih menegakkan tata tertib cara berpakaian dan berpenampilan. ”Karena banyak mahasiswa saya yang melanggar tata tertib maka saya membuat peraturan tata tertib dalam berpakaian dan berpenampilan,” ujarnya
Tata tertib dalam berpakaian dan berpenampilan tersebut sudah diterapkan dua minggu yang lalu, untuk sekarang ini dalam pelaksanaanya belum mengalami kendala dan kesulitan, harapannya dengan diadakannya peraturan tata tertib dalam berpakaian dan berpenampilan ini bisa menjadikan mahasiswa-mahasiswinya menjadi calon seorang guru yang bisa memberi contoh yang baik, berkarakter kuat dan cerdas. ”Saya berharap agar mahasiswa-mahasiswi saya menjadi calon guru yang baik,” pungkasnya.
Qodri & Farra

JALINAN FICOS DAN TELKOMSEL LAHIRKAN TANDA TANYA



Lambatnya fasilitas hotspot FKIP mengundang tanya di benak mahasiswa. Belum terjawab, kini FKIP kembali dikejutkan dengan hadirnya logo Telkomsel yang terpampang di kampus FKIP .
Kampus FKIP beberapa bulan terakhir diresahkan dengan lambatnya fasilitas hotspot. Disusul sekitar sebulan lalu sampai sekarang digegerkan dengan adanya logo Telkomsel di Ficos. Bukan hanya itu, terlihat juga kanopi yang telah terpampang didepan Ficos begitu juga tower yang berdiri tegak di FKIP. Widia selaku mahasiswa Ekonomi 2009 menanggapi, “Semenjak adanya kerja sama antara Telkomsel dengan Ficos terjalin, keadaan Ficos sekarang terlihat adanya peningkatan dan lebih hidup, misalnya, kanopi yang terpampang di luar.” Namun, tak banyak yang tahu mengenai isi dari kerjasama itu.
Anggra selaku mahasiswa Ekonomi 2008 juga tak tahu menahu soal kerjasama itu. “Semenjak adanya kerjasama itu, kalau dipandang secara fisik yaitu ditambah kanopi dan dibuat dengan bentuk yang bagus sehingga ficos kelihatan hidup,” ungkapnya. Namun, kelemahannya komputer di ficos tiba-tiba mati dan tidak bisa conect. Kalau untuk hotspot, Telkomsel belum memberikan perkembangan secara signifikan, “mungkin baru awal, jadi mahasiswa cenderung belum merasakan perubahan. Namun, beberapa hari yang lalu sinyal internet untuk hotspotan tidak bisa digunakan buat download,”paparnya.
Kerja sama Ficos dengan Telkomsel bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi mahasiswa dan untuk promosi Telkomsel. Drs. Sugiyanto, M.Si, M.Si., selaku PD II mengatakan bahwa sepengetahuan saya, Telkomsel melakukan kerjasama dengan Ficos bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik serta promosi untuk Telkomsel. Pelayanan yang baik dalam arti menambah sarana dan prasarana, bagaimana mahasiswa memanfaatkan menggunakan dengan baik, contoh dengan adanya kanopi ketika hujan atau panas maka mahasiswa bisa berhotspotan disitu. Namun, ketika disinggung masalah dampak dari kerja sama telkomsel dengan ficos bagi mahasisiwa. PD II menjelaskan bahwa sejauh ini belum mendapati efek dari kerjasama ini, baginya belum ada dampak negatif tetapi memberikan sebuah pelayanan untuk mahasiswa sebagai tempat mangkal untuk beraktivitas dalam arti hotspotan dan disatu sisi mengembangkan pelatihan kewirausahaan bagi mahasiswa.
Mengenai kondisi sinyal internet yang sering tiba-tiba mati serta listrik yang sudah tidak berfungsi lagi di shelter-shelter FKIP. PD II menyanggahnya. ”Saya belum dapat laporan tentang itu, kondisi sinyal internet yang buruk serta listrik yang sudah lama mati di shelter,” sanggahnya. “Jika ada dampak buruk dari Telkomsel atau pihak lain maka dapat dilaporkan kepada kami,” tambahnya.
Kerja sama antara Telkomsel dan Ficos terjadi karena Telkomsel menawarkan sebuah dana untuk mendirikan sebuah shelter yang khusus dipergunakan bagi mahasiswa pengguna hotspot. Dengan adanya shelter ini maka fasilitas hotspot dapat dikendalikan dengan mudah. Tindakan Telkomsel tersebut sesuai dengan keinginan dari pihak ICT karena FKIP tidak memiliki biaya untuk mendirikan shelter. Seperti yang diungkapkan oleh Agus selaku staff ICT bahwa Telkomsel bersedia memberikan dana kepada FKIP untuk dipergunakan dalam pembuatan shelter. FKIP bukannya kekurangan biaya melainkan anggaran dana di FKIP sudah dianggarkan pada masing-masing program kerja. Selain itu, pada malam hari sering terlihat pengguna hotspot sampai larut malam hal ini membuat pihak fakultas merasa kurang nyaman. Dengan adanya shelter ini maka mahasiswa pengguna hotspot dapat dikontrol dengan cara jaringan internet akan dimatikan paling lambat jam 8 malam. Kami bersedia berkerjasama dengan Telkomsel karena Telkomsel mengusung tema teknologi dan untuk menghilangkan promosi rokok yang akhir-akhir ini diperdebatkan mengenai hukum agama.
Menanggapi lambatnya fasilitas hotspot, Agus selaku staff ICT menjelaskan bahwa sebenarnya kejadian seperti ini adalah ulah dari mahasiswa itu sendiri, sekarang ini sudah ada mahasiswa yang memiliki net card yang mengakibatkan pengguna hotspot lain tidak kebagian jaringan Internet. Kalau servernya tidak ada masalah karena kami sebagai ICT selalu mengecek kondisinya. FKIP merencanakan suatu lampu yang berfungsi secara otomatis, misalnya, lampu yang terkena sensor manusia maka akan menyala secara otomatis atau ketika cahaya matahari telah terbenam maka dengan sendirinya lampu akan menyala. “Jadi shelter-shelter khusus area hotspotan dapat terealisasikan,” harapnya.
Agus Nug _ Alqon

LABORATORIUM MICROTEACHING NGANGGUR




Laboratorium Microteaching yang pemanfaatannya diprioritaskan untuk perkuliahan Microteaching mahasiswa justru tidak digunakan secara efektif. Kebanyakan mahasiswa justru menggunakan ruang kelas sebagai sarana dalam mempersiapkan melakukan PPL.

Microteaching merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa yang akan menempuh PPL. Microteching biasanya dilaksanakan oleh mahasiswa semester VI sebagai bekal dalam mempersiapkan diri agar bisa belajar menjadi guru. Salah satu manfaatnya adalah belajar berkomunikasi dengan calon siswanya sekaligus bisa menyampaikan materi sesuai dengan program studi yang dipelajarinya selama VI semester. Pembantu Dekan II FKIP UNS, Drs.Sugiyanto, M.Si. menyatakan bahwa sekarang ini sudah ada 9 hingga 10 laboratorium microteaching yang berada dilingkungan FKIP UNS. “Laboratorium tersebut sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dapat menunjang kegiatan mahasiswa dalam melaksanakan PPL, diantaranya whiteboard, TV, dan LCD,” ujarnya.
Hampir semua jurusan mempunyai laboratorium microteaching, tetapi tidak banyak dari mahasiswa yang dapat menggunakannya. “Selain jadwalnya yang kadang bentrok antara prodi satu dengan yang lain, para pembimbing PPL pun enggan untuk melakukan microteaching dilaboratorium microteaching, bahkan lebih sering membawa kami keruang kuliah untuk melakukan praktik microteaching,” tutur Eko, mahasiswa Sosiologi Antropologi. Senada dengan Eko, Sari mahasiswa Ekonomi 2006 mengungkapkan, “Dosen pembimbing kami belum pernah mengajak untuk melakukan microteaching di laboratorium microteaching. Saat microteaching justru dosen lebih sering menyuruh kami untuk terjun langsung praktik mengajar di ruang kuliah mahasiswa ekonomi semester bawah.” Hal itulah yang membuat Sari hingga saat ini belum mengetahui di mana dan fasilitas apa saja yang terdapat pada laboratorium microteaching.
Dari pihak fakultas mengungkapkan sudah menyediakan laboratorium tersebut beserta berbagai fasilitasnya, tetapi mengenai bagaimana cara penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pihak jurusan. Kalau dirasa kurang efektif, itupun tergantung dari kebijakan jurusan dan tidak semua jurusan juga yang laboratorium microteachingnya juga kurang efektif dalam penggunaanya. Sugiyanto menegaskan, ”Memang tidak semua jurusan mempunyai laboratorium microteaching.”
Laboraturium microteaching masih menjadi masalah, karena mahasiswa PBS dapat menggunakan salah satu ruang yang ada di gedung A sebagai laboratorium microteaching, sedangkan mahasiswa P. IPS tidak bisa menggunakan, bahkan tidak tahu di mana letak laboratorium microteaching mereka. Namun, lain halnya dengan mahasiswa jurusan P. MIPA mereka bisa kapanpun menggunakan laboratorium tersebut tanpa harus takut jika terjadi bentrok jadwal dengan prodi lain. Misalnya saja mahasiswa fisika yang SBI, mereka bisa menggunakan laboratorium microteaching di gedung fakultas jika tidak ada suatu moment tertentu, bahkan tidak hanya mahasiswa fisika SBI saja yang dapat menikmati mewahnya fasilitas laboratorium microteaching yang berada di gedunf F. Sebut saja Linda, mahasiswa Biologi angkatan 2006, ia mengaku hampir setiap mata kuliah microteaching dapat menempati sekaligus memanfaatkan semua fasilitas yang ada dilaboratorium tersebut. “Kami memang sering menggunakan laboratorium microteaching, bahkan laboratorium tersebut kami gunakan dalam praktik kuliah sehari-hari,” Jelas Linda.
Menyikapi hal tersebut rencananya pihak fakultas akan menambah pembangunan laboratorium microteaching sekitar 6 ruangan agar mahasiswa tidak khawatir akan terjadi bentrok jadwal antarprodi satu dengan yang lain. Selain itu mahasiswa juga bisa menggunakannya secara efektif. “Fakultas rencananya akan menambah 6 laboraturium microteaching.” Pungkas PD II.
Radita _hayun