Minggu, 11 Oktober 2009

Pelaksanaan KBK FKIP Masih Jalan di Tempat


Mulai semester ini, FKIP mencanangkan pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kendala di fakultas sendiri masih terjadi. Sumber daya manusia diakui masih menjadi kendala terbesar untuk melaksanakan kurikulum ini.

Penghapusan mid-semester adalah salah satu akibat dari pemberlakuan KBK. Sedangkan sering adanya kuis dan tugas yang lebih menumpuk adalah konsekuensi dari diberlakukannya sistem ujian blok. “Kalau bisa mengikuti kurikulum ini, memang akan enak karena akan paham dengan kompetensinya. Tapi yang tidak bisa mengikuti akan bisa sangat ketinggalan materi perkuliahan”, ungkap Nisa, mahasiswa Pendidikan Tata Niaga FKIP. “Dosen cukup santai. Cuma ngadain kontrak kuliah trus memberi tugas. Ada juga dosen yang jadi masa bodoh. Tidak memperhatikan materi yang digunakan mahasiswanya, sudah benar atau belum. Ini kan bisa menimbulkan kesalahpahaman”, tambahnya panjang lebar.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mulai diperkenalkan kepada dunia pendidikan kita pada tahun 2004. Karena itulah nama lain dari kurikulum ini adalah kurikulum 2004. Di pendidikan tinggi pengembangan tentang perlunya pendekatan KBK diperkuat oleh SK Mendiknas nomor 045 tahun 2002. pelaksanaannya yang cukup singkat, yakni sekitar dua tahun cukup banyak menjadi obrolan dalam masyarakat pendidikan. Sesudah KBK, kurikulum kita berubah lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menjadi penyempurnaan dari KBK.
Adanya KTSP yang sekarang digunakan dalam pembelajaran disekolah juga menjadi tanda tanya bagi mahasiswa FKIP yang akan mengajar di sekolah karena kelak mereka akan mengajar dalam kurikulum yang berbeda dengan yang mereka dapatkan di bangku kuliah. Namun begitu, Sutaryadi, Ketua Prodi Pendidikan Ekonomi mengungkapkan, “KBK sebenarnya sama seperti KTSP tetapi yang membedakan hanya namanya saja. Namun, nantinya saat mengajar, seorang mahasiswa akan dibimbing untuk dapat melakukan orientasi KBK kepada kompetensi mata kuliah oleh pihak FKIP”. Hal tersebut diamini oleh Tri Murwaningsih, salah satu dosen Pendidikan Administrasi Perkantoran (PAP), “Sistem KBK ini lebih memberikan kesempatan mahasiswa untuk berusaha sendiri dalam menguasai materi sehingga mempunyai kompetensi yang baik”, tambahnya.
Pelaksanaan KBK di lapangan diakui Sutaryadi masih terganjal dengan beberapa kendala. Kemampuan sumber daya manusia (SDM) baik dosen dan mahasiswa masih menjadi kendala yang besar. “Perlu banyak pendidikan dan latihan untuk para dosen agar kualitas mereka bisa semakin baik”, tuturnya. Sedangkan masalah pengolahan data juga masih menjadi kendla sendiri atas administrasi mahasiswa. “Yang pasti, masih perlu diadakan evaluasi atas KBK yang dijalankan di FKIP ini”, tandasnya.
KBK yang menuntut mahasiswa untuk aktif memiliki sisi positif dan negatif. Seperti yang diungkapkan oleh mahasiswa bahwa sikap dosen yang menjadi acuh akan menimbulkan kondisi pembelajaran yang tidak menyenangkan.
Sedangkan masalah klasik tentang pengadaan sumber dan bahan belajar di perpustakaan juga masih belum mampu ditangani dengan baik. “Buku-buku yang ada di perpustakaan FKIP masih kurang relevan dan jumlahnya juga sangat terbatas”, ungkap Eri, mahasiswa semester V Prodi Ekonomi.

AgusNu_Khaerul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar