Minggu, 11 Oktober 2009

AKSI BEM DINILAI SEKADAR FORMALITAS


Sejumlah mahasiswa menilai aksi yang dilakukan Forum Bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (Forbes BEM) UNS masih sekadar formalitas. Pasalnya aksi-aksinya tak menggoyahkan kebijakan birokrat kampus yang sudah diketok palu.

Salah satunya seperti yang diungkapkan seorang mahasiswa yang enggan disebut nama fakultas dan jurusannya, Dwi. Menurutnya, dari hasil pengamatan beberapa tahun terakhir terjadi pergeseran tujuan aksi yang dilakukan oleh BEM. Yakni yang semula tujuannya untuk memperjuangkan hak mahasiswa kini hanya untuk membentuk opini publik saja sehingga aksi tersebut bisa dinilai sekadar formalitas. ”Aksi menjadi tidak penting, jangan-jangan hanya ingin keliatan ada aksi saja,” tutur Dwi, salah satu mahasiswa FKIP.
Hal tersebut juga sama seperti yang diungkapkan oleh Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (Himprobsi) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS, Yunianto. Ia mengatakan bahwa aksi BEM tidak ada gregetnya. Parahnya lagi ujar dia, tujuan aksi yang dilakukan juga tidak diketahui secara jelas oleh peserta aksi yang notabene juga pengurus BEM. “Rata-rata yang di ajak tidak paham betul tentang tujuan aksi dan hanya ikut-ikutan,” jelas Yunianto.
Salah seorang pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Brahmahardhika FKIP UNS, Yadi juga mengemukakan hal yang sama. Menurutnya, selain aksi yang dilakukan hanyalah sekadar formalitas. BEM juga tidak melibatkan pengurus UKM lain untuk mengikuti pembicaraan (audiensi) dengan pihak pimpinan kampus. Akibatnya, banyak mahasiswa yang tidak tahu akan kelanjutan aksi BEM karena kurangnya sosialisasi. ”Dalam pembicaraan dengan birokrat kampus, kami tidak dilibatkan dan apa hasil pembicaraannya pun kami tidak tahu karena tak ada sosialisasi,” ungkapnya.
Sementara itu saat dikonfirmasikan kepada Presiden BEM UNS, Gunawan, ia pun tidak menampik anggapan-anggapan tersebut.. “Kami hanya ingin dilibatkan dalam setiap kebijakan kampus yang berhubungan dengan kepentingan mahasiswa,” tutur Gunawan. Bahkan dia juga mengungkapkan bahwa apabila aksi tersebut tidak berhasil itu tidak apa-apa, yang terpenting adanya perubahan opini publik. Selanjutnya dari poin-poin tuntutan yang diajukan dalam setiap aksi mereka, hanya sebagian kecil yang disepakati. Poin-poin tersebut pun tidak terlalu menyentuh kepentingan mahasiswa. Salah satu contoh atas kegagalan aksi mereka adalah kenyataan bahwa biaya SPP selalu naik 10% tiap tahun ajaran baru.
Menilik dari tahun sebelumnya, sebenarnya penetapan tentang kenaikan SPP 10% sudah disepakati dan diketahui oleh BEM. Seperti yang diungkapkan oleh Pembantu Rektor (PR) III, Dwi Tiyanto. “Kenaikan SPP 10% tiap semester disesuaikan dengan tingkat inflasi yang ada dan dalam penetapannya kami sudah bicarakan dengan mahasiswa,” pungkasnya. dj_jtm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar