Selasa, 18 Mei 2010

DPK NONREGULER, TAK JELAS


Mahasiswa semester VIII nonreguler yang sudah tidak menempuh mata kuliah teori dapat mencairkan Dana Penunjang Kuliah (DPK). Namun, hingga kini, prosedur pengajuan pencairan DPK tidak jelas. Bahkan bagian keuangan mahasiswa FKIP tidak mengetahui prosedur pencairan.
Sembilan mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia nonreguler angkatan 2006 pernah mencoba mencairkan DPK. Namun, ketika ada mahasiswa lain yang ingin mencairkan DPK, ternyata ditolak oleh fakultas. Ketika hal tersebut dikonfirmasikan ke Bagian keuangan FKIP mereka menyatakan ketidaktahuanya, “lho lho saya malah tahu dari njenengan, nembusinya kemana? Mungkin kepusat...,” ujar Bu Sutinem selaku pengurus bagian keuangan FKIP. Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Yan yang menjabat sebagai kepala bagian keuangan mahasiswa nonreguler FKIP. ”...lha wong kami gak pernah ngurusin yang gituan kok,” ungkapnya. Sugiyanto, Pembantu Dekan II angkat bicara, bahwa tak pernah ada pencairan DPK karena pihak fakultas tidak ada peraturan tentang pencaran DPK. “Ketika ada mahasiswa semester VIII yang menempuh ujian skripsi, tetap dikenakan DPK, tetapi jika ada mahasiswa yang sampai semester IX masih mengikuti skripsi bisa kita bebaskan penarikan DPK,” ujarnya. Menurut beliau DPK adalah dana penunjang mahasiswa yang memang harus dibayarkan oleh mahasiswa non reguler selama menempuh kuliah samai semester VII. Dana tersebutlah yang nantinya akan digunakan demi kemajuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS, seperti pengembangan, penelitian dan berbagai sektor untuk memperbaiki fasilitas fisik serta sarana prasarana yang ada.
Adanya kebijakan fakultas menjadi penyebab penolakan tersebut, yaitu masih dibutuhkannya DPK sebagai dana tunjangan dan pengembangan di FKIP. “itu berdasarkan keputusan rapat sebelumnya,” jelas Sugiyanto Pembantu Dekan II. Salah seorang mahasiswa nonreguler Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ‘06 yang enggan disebutkan namanya sempat mengalami kekecewaan karena gagal mencairkan DPK. Dia menjelaskan bahwa saat itu ada info tentang pencairan DPK. Untuk mencairkan DPK mahasiswa nonreguler harus mengurus prosedur lengkap sesuai aturan, termasuk harus mau dibagi beberapa kelompok (kloter) dengan alasan memudahkan pelayanan. Sembilan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ‘06 nonreguler FKIP UNS  yang tergabung di kloter pertama berhasil mencairkan DPK. Ketika beberapa mahasiswa yang tergabung dalam kloter kedua akan mencairkan, pihak fakultas melalui kasir memberhentikan pencairan DPK dan menarik kembali DPK termasuk mahasiswa kloter pertama.
Masalah semakin pelik manakala pihak dekanat berjanji akan menarik kembali pencairan DPK yang sudah jatuh di kloter pertama. Namun, sampai sekarang belum ada tindakan tegas dan nyata dari pihak dekanat untuk menarik kembali uang dari pihak yang telah mendapatkannya. Bahkan, setelah aturan tersebut dikeluarkan, baik pihak dekanat maupun mahasiwa yang telah memperoleh uangnya, tampak tidak ada inisiatif untuk menyudahi kasus tersebut. Aris selaku kepala bagian keuangan FKIP menyatakan bahwa masalah DPK bagi mahasiswa yang sudah dapat, nanti bisa diurus ke bagian program, jadi mungkin ada konsekuensinya, “bisa jadi mereka yang tidak mengembalikan diberi himbauan atau penahanan berkas yang menjadi hak mereka,” jelasnya. Aris sendiri telah menjanjikan akan melayangkan surat penarikan kembali uang DPK. Akan tetapi, sampai sekarang pun ternyata surat yang dimaksud tak jua sampai kepada mereka yang sudah mendapatkan DPK. Mahasiswa kloter kedua pun berharap masalah ini benar-benar ditindaklanjut secara tegas. “Dari kami yang tidak bisa dapat DPK sebenarnya tidak menuntut apa-apa, hanya ingin melihat masalah ini cepat selesai dan gak berlarut-larut...,” jelasnya.
Kini angin segar itu akhirnya menjadi isapan jempol belaka, dan tentu saja menimbulkan kekecewaan dari mahasiwa. “Padahal kami sudah mengurus ini itu, prosedurnya sama dengan kloter pertama, kami pun harus sabar menunggu...,” keluh salah satu mahasiswa yang enggan disebutkan identitasnya pada kloter kedua. “Saya merasa gak adil, kenapa kloter pertama dapet, kedua enggak. Kenapa pihak fakultas juga tidak tegas, gak ada kejelasan,” tambahnya. Ketidakadilan sangat dirasakan dalam pencairan DPK. Pengesahan keputusan tersebut baru berjalan setelah kesembilan mahasiswa yang tergabung dalam kloter pertama telah menerima pencairan dana DPK. Sungguh disayangkan, jika memang keputusan tersebut benar adanya. Mengapa kesembilan mahasiswa di  kloter pertama “berhasil” mendapatkan haknya sedangkan kloter kedua tidak. Ketika dikonfirmasi ke bagian pendidikan, mereka hanya menjawab adanya kekeliruan pada ACC dekanat.
Masalah baru sekarang adalah bahwa DPK telah dihapuskan, DPK hanya dibebankan pada mahasiswa nonreguler sampai tahun 2007. DPK berganti dengan BPI yang dibayarkan oleh mahasiswa swadana. “Kita jelas masih butuh banyak dana demi pembangunan FKIP, di sana–sini banyak sisi yang harus diperhatikan, termasuk DPK itu sendiri untuk menggaji banyak dosen FKIP,” tandasnya. Sementara dana BPI digunakan untuk biaya pengembangan berkaitan dengan penghapusan DPK. Ketika ditanya mengapa kesembilan mahasiswa bahasa dan sastra indonesia 06 non reguler pada kloter pertama dapat mencairkan DPK, beliau hanya berkomentar terjadi kekhilafan dan kesalahan informasi dari fakultas. “Untuk kesembilan orang yang sudah terlanjur mendapatkan DPK sebenarnya karena adanya kesalahan dalam pihak fakultas..,” jelasnya.  Pihak dekanat berjanji akan mengurus masalah ini sebaik mungkin sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan kembali. “untuk kesembilan orang tersebut nanti akan kami panggil, beberapa malah sudah ada yang mengembalikan DPK,” pungkas Sugiyanto.

Farra__

Tidak ada komentar:

Posting Komentar