Minggu, 08 November 2009

Begog Terjebak di Lubang yang Sama

Sore ini terasa berbeda bagi Begog, udara yang panas terasa sejuk menyentuh lubuk hati begog. Tidak hanya itu, bunga akasia yang bermekaran menambah ceria hati Begog, Begog serasa naik kelangit ketujuh sore itu, hal ini karena Begog sedang memboncengkan sang pujaan hati, Njenik. Begog dan Njenik pergi berdua, menaiki kendaraan kesayangan Begog, sepeda motor.
Berhubung udara sangat panas, yang mungkin sangat berbeda dengan suasana hati Begog yang berbunga-bunga dan bahagia mereka memutuskan untuk mencari es di Boulevard.
“Nik, kamu mau es apa nanti?” tanya Begog.
“Apa aja dech Gog, yang penting bisa mengurangi rasa panas ini.”
“Masak sich panas Nik, kan ada aku di sini,” Begog mengungkapkan kesenangannya dengan pede.
“Wow… yang benar aja Gog. Serasa jadi tambah panas nich,” ungkap Njenik.
Saat mereka sedang asyik mengobrol di atas kendaraan sambil membayangkan tentang keserasian mereka berdua dan menikmati udara yang sejuk di kampus hijau, sesejuk hatinya Begog, tiba-tiba…
“Awas Begog…!!!” Njenik berteriak.
Jedug… jedug… jedug… (Ban motor Begog masuk ke lubang di tengah jalan)
“Gimana sich Gog, naik motor kog gitu. Mbok ya yang konsen,” Njenik memarahi Begog.
“Kok kamu marah padaku sich Nik. Kan kondisi jalannya emang seperti ini. Banyak lubangnya,” jawab Begog.
“Kamunya aja yang ga bisa milih jalan. Sudah tahu jalannya berlubang masih dilewati.”
Begog jadi terdiam seribu bahasa mendengarkan omelan Njenik. Kebahagiaan yang sedang dia rasakan bisa membocengkan Njenik hilang seketika. Menguap bagai air laut yang kepanasan. Begog pun jadi sedih. Muka yang sebelumnya cerah berbinar-binar menjadi kelam, gelap, kelabu yang campur menjadi satu.
”Gog kok diam terus sich?” tanya Njenik mulai berbicara lagi.
Begog masih diam seribu bahasa. Njenik pun terus memanggil-manggil Begog.
”Begog... Begog... Begog...”
”Iya... iya... Nik,” jawab Begog.
”Kenapa Gog kok diam terus?”
”Aku jadi sedih. Kamu memarahi aku terus sich.”
”Iya dech Gog... Maaf.”
Wajah Begog pun mulai terlihat cerah kembali. Secerah sinar mentari pagi.
Namun, sesampainya Begog di depan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, tiba-tiba...
“Awas...,” Njenik berteriak untuk yang kedua kalinya.
Jeduuuuaaaaakkkkk (Ban motor Begog pun masuk lubang untuk kedua kalinya). Njenik pun sampai terlompat dari jok sepeda motor. Untungnya belum sampai terjatuh di jalan.
”Haduh... Begog... Kok terulang lagi sich,” tanya Njenik.
”Wach maaf Nik, soalnya bingung mau lewat yang mana sich. Habis jalannya rusak.”
”Ya udah dech... pokoknya ati-ati. Jangan sampai aku terjatuh. Awas kalau sampai terulang lagi.”
Akhirnya rintangan di tengah jalan itu pun terlewati. Begog sampai di Boulevard langsung beli es untuk menenangkan hatinya yang telah panas karena dimarahi oleh Njenik. Begog pun telah bergelut dengan jalan kampus yang banyak lubang sampai terjebak dua kali di lubang yang sama. Sekarang saatnya Begog dan Njenik mengarungi jalanan kampus untuk kembali ke pangkalan kesayangan, yaitu FKIP.
Perjalanan itu pun dimulai. Begog bergelut kembali dengan jalanan kampus. Untuk balik ke pangkalan, Begog lewat jalan depan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Maksud hatinya sich dia ingin cari jalan yang lebih aman supaya dia tidak dimarahi Njenik dan dia bisa lebih menikmati perjalanan. Tapi, ternyata kondisi jalan pun sama.
”Awas Gog. Kondisi jalannya sama saja,” Njenik memperingatkan Begog.
”Oke. Nik. Siap!!!!”
Setelah sepuluh menit, perjalanan itu pun dapat ditaklukkan Begog dengan sedikit rintangan yang membentang. Akhirnya Begog sampai di pangkalan kesayangannya. Di pangkalan kesayangan tersebut Begog di panggil sama Kang Sipon.
”Woiii... Begog. Dari mana kamu kok sampai berkeringat gitu?” tanya Kang Sipon.
”Tadi cari es Kang sama Njenik, tapi wow rintangannya banyak sekali,” jawab Begog.
”Rintangan apa Gog?”
”Jalannya banyak yang berlubang. Tadi aja Njenik hampir terjatuh.”
”Ooo... kamu sama Njenik tho. Wach jadi gosip baru ini.”
”Gimana ya Kang kok jalan kampus sampai seperti itu, tapi dibiarkan saja. Jika direnov kan lebih baik.”
”Iya sich Gog, dengar-dengar sich itu sudah ada perjanjian antara Pembantu Rektor II (PR II) dengan pihak pemborong,” jawab Kang Sipon.
”Perjanjian apa Kang?”
”Perjanjian bahwa yang memperbaiki jalan itu dari pihak pemborong. Karena jalan rusak kan akibat dari alat-alat berat yang masuk kampus yang membawa material untuk pembangunan itu.”
”Wach selesainya kapan tuch Kang. Pembangunan kan berjalan terus. Kalo ga selesai-selesai berarti jalannya rusak terus dong Kang. Bahkan bisa tambah parah kalau tidak direnovasi.”
”Ya semoga saja bulan Desember pembangunan selesai Gog. Sehingga jalan bisa diperbaiki,” tutur Kang Sipon.
”Semoga ya Kang.”
Begog pun jadi melamun kembali membayangkan jalan yang bagus tanpa hambatan. Jadi serasa kayak jalan tol saja, jalan bebas hambatan hee...

Jtm_Ki2s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar