Rabu, 09 Desember 2009

KPU ABAIKAN JUKLAK JUKNIS


Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga yang menjembatani suara mahasiswa tak terlalu sempurna dalam mengemban tugas. Pelaksanaan pemilu FKIP berlangsung tanpa mengindahkan peraturan yang mereka buat sendiri.

Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak juknis) yang merupakan petunjuk-petunjuk yang berisi prosedur dalam pemilu mahasiswa diabaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya dalam proses pemungutan suara yang mengharuskan mahasiswa menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan Kartu Mahasiswa (Karmas) atau identitas mahasiswa lainnya yang masih berlaku tidak diindahkan oleh KPU. Mahasiswa hanya perlu menyebutkan nama, Nomor Induk Mahasiswa (NIM), asal Program Studi (Prodi) yang ada pada daftar mahasiswa kemudian membubuhkan tanda tangan tanpa harus menunjukkan kartu identitas mahasiswa. “Ketika nyontreng aku tidak diminta menunjukkan karmas, tapi hanya menyebutkan nama, NIM, asal prodi kemudian tanda tangan,” ungkap salah satu mahasiswa jurusan P.MIPA yang tidak mau menyebutkan namanya. Padahal aturan menggunakan kartu identitas tertera pada petunjuk teknis Bab IV mengenai tata cara pemungutan suara yang mana mahasiswa dapat menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan Karmas atau identitas mahasiswa FKIP UNS lainnya yang masih berlaku.
Setelah dikonfirmasikan dengan KPU, sekretaris KPU, Septi Kuntari mengungkapkan bahwa tujuan dari penggunaan Kartu Rencana Studi (KRS) atau karmas saat mencontreng adalah untuk menghindari terjadinya kecurangan-kecurangan dari mahasiswa. Namun, pada kenyataannya ada beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak menaati juklak dan juknis. “Penggunaan KRS atau karmas bertujuan untuk menghindari kecurangan,” tutur Septi. Menghemat waktu menjadi alasan beberapa TPS tidak menggunakan KRS dan Karmas sebagai tanda bahwa mahasiswa tersebut telah menggunakan suara mereka.
Penyimpangan pelaksanaan dan teknis dikhawatirkan akan menimbulkan terjadinya penggelembungan suara. “Yang ditakutkan akan terjadi kecurangan, tapi hal itu bertujuan agar lebih efisien waktu,” papar Septi. Meskipun terlihat sepele, namun akibat yang timbul bisa fatal, mahasiswa bisa saja menggunakan hak pilih mahasiswa lainnya untuk mencontreng lagi. ...............................ungkap mahasiswa. Cacatnya pelaksanaan pemilu di FKIP tak hanya seputar penggunaan KRS atau Karmas sebagai tanda bukti. Lebih dari itu secara teknis pelaksanaan Pemilu tak begitu rapi. Terbukti dalam pelaksanaan pencontrengan masih banyak ditemui kejadian satu bilik digunakan untuk mencontreng empat orang secara bersamaan.
Pemilu yang lugas, jujur, bersih, dan adil masih terlalu jauh untuk diraih. Komisi Pemilihan Umum ke depan harus lebih taat dengan aturan yang mereka buat sendiri. Mahasiswa berharap agar KPU lebih memperhatikan dan mengindahkan juklak juknis agar perolehan suara dapat diyakini mahasiswa. “Sosialisasi dari KPU juga kurang. Jadi, banyak yang tidak nyontreng, tahun depan harus lebih taat aturan,” pungkas Kurnia Mahasiswa P. IPS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar