Selasa, 08 Desember 2009

Begog dan Sepatu Mengkilatnya

Siang itu Begog sedang duduk-duduk di shelter sambil senyum-senyum sendiri. Walaupun hanya sendiri Begog tetap happy. Sepertinya hari itu hati Begog sedang sumringah. Sesumringah bunga akasia yang memang sedang bermekaran di FKIP kala itu. Saking Sumringahnya Begog tidak sadar kalau pujaan hatinya Njenik sedang menghampirinya.
“Kamu kenapa Gog, gila ya? Tak liatin dari tadi senyam-senyum terus…,” sapa Njenik.
“Eh... Eh… Nje..nik..How are you Njenik?” jawab Begog sambil nyengir.
“Wah... kamu beneran gila ya Gog. Astagfirullah Begog kasihan orang tuamu, punya anak kog gila,” Njenik terlihat cemas.
“Enak aja..aku ga gila ya… Aku lagi ngebayangin ntar kalo PPL pasti keren. Pake hitam putih, sepatu mengkilat. Cling!!! Rambut klimis... Oh...Guantengnya aku…,” kata Begog sambil menerawang, tapi bukan menerawang tahun 2012 lho.
“Dasar Begog kasihan banget kamu Gog. Kamu ga tahu ya kalau PPL itu udah ga ada…Ga... Ada...,” ujar Njenik.
“Apa??? Siapa yang ngomong Njenik… Mati aku!!! padahal aku sudah nyiapin kemeja putih, celana kain, sepatu mengkilat Cling!!! Cling!!!” Begog jadi terlihat sedih.
“ Cep cep cep…. Kasihan… Gosipnya kan udah beredar Gog... Katanya PPL ntar dipindah ke Progam PPG gitu,” tegas Njenik.
Muka Begog jadi murung mendengar kabar itu. Suara Njenik seakan tidak terdengar lagi. Dunia Begog seakan tenggelam ditelan kabut yang turun dari langit. Hilang sudah impiannya untuk ngeceng di depan anak-anak SMA. Tapi tiba-tiba ada secercah cahaya yang membuat dunia Begog jadi ceria lagi.
“Kata siapa Njenik kalau PPL udah ga ada?? Wong masih ada kok…,” tutur Kang Sipon yang tiba-tiba njedul kayak hantu.
“Oh Kang Sipon kamu seperti es teh dikala ku haus. Beritamu sungguh menyenangkanku,” Begog terlihat berseri kembali mendengar ucapan Kang Sipon.
“Iya Gog, kamu tenang aja. Kamu masih bisa kok memamerkan sepatu mengkilatmu di depan anak-anak SMA nanti heee....”
”Horeee...,” Begog bersorak kegirangan mendengar hal itu.
”Gog, stop!!! Kamu lama-lama persis seperti orang gila,” bentak Njenik dengan nada marah.
”Njenik betul Gog. Tidak perlu seheboh itu kali. Emang yang kamu suka apa sich dari PPL itu? Jangan-jangan hanya ingin memamerkan sepatu doank Gog. Yang terpenting dari PPL itu kamu bisa berlatih mengajar secara langsung di sekolah. Gimana menghadapi anak-anak di depan kelas, menerapkan ilmu kita Gog... Bukan hanya pakai sepatu mengkilat, celana kain, dan baju putih yang serba cling cling cling!!!. Tujuan dari PPL itu yang lebih utama,” Kang Sipon menjelaskan panjang lebar.
”Iya Gog, Kang Sipon betul. Kalau hanya ingin memamerkan sepatu mengkilatmu tidak perlu menunggu PPL. Kalau mau, sekarang pun kamu bisa memamerkannya,” tegas Njenik.
Begog menjadi terdiam seribu bahasa. Pikirannya melayang-layang dan terbang tinggi jauh di awan swing...swing... Sambil melayang-layang Begog tetap memikirkan ucapan Kang Sipon dan Njenik tentang tujuan PPL.
”Begoggggg...,” Kang Sipon dan Njenik serempak memanggil Begog.
”E... Ee... Iya,” Begog menjawab dengan nada kaget.
”Kamu mikirin apa Begog, kok kayak orang yang sedang berpikir karena banyak hutang,” ujar Njenik.
”Tenang saja, kamu masih bisa PPL kog, sebelum PPG jelas kita masih bisa berharap akan adanya PPL Gog” tambah Njenik.
”Iya Begog, tenang saja. Kalau kamu pikirin terus tentang keinginanmu memakai sepatu mengkilat saat PPL nanti kamu jadi stress lho haaa... Kalau sudah ga kuat, mendingan sepatunya dipakai sekarang saja Gog daripada kamu jadi seperti orang gila,” Kang Sipon menambahi nasihat yang diberikan Njenik kepada Begog.
”Iya... iya Kang. Aku sekarang sedang memikirkan tujuan dan pemakaian sepatu mengkilatku. Setelah aku pikir-pikir dengan melayang-layang kelangit ketujuh sepertinya yang lebih utama adalah tujuan PPL, bukan sepatu mengkilatku,” jawab Begog.
”Bukan lagi sepertinya Gog. Tapi memang yang lebih utama adalah tujuannya. Bukan sepatu mengkilatmu itu,” timpal Kang Sipon.
Akhirnya wajah Begog pun menjadi sumringah kembali seperti cerahnya sinar mentari siang itu setelah mendengar adanya berita bahwa PPL masih ada. Dengan senyum-senyum sendiri Begog pun meninggalkan Kang Sipon dan Njenik tanpa pamit seperti orang lupa daratan.
Ki2s_Jtm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar